iklan

Jumat, 08 Desember 2017

Monumen Perjuangan Rakyat Sulut (edisi Gagal Masuk)

Hallo..

Jadi,seperti judulnya di atas. Aku mau membahas tentang monumen perjuangan rakyat Sulut, dan berdasarkan judulnya juga,bahwasanya aku ga bisa masuk. Untuk cerita lengkapnya biar aku ceritakan.



Jadi,di suatu hari Kamis yang panas benderang. Nekat lah aku mau masuk museum di Sulut. Sedikit flashback ke belakang, aku pernah ngomong panjang lebar soal museum. Di Instagram ku  kalau tidak salah. Tentang berapa senangnya aku masuk ke museum, dan selalu menyempatkan untuk masuk museum jika ber-solo backpacker ke suatu daerah. Nah, di Sulawesi Utara tuh aku jarang menemukan museum. Sampe iseng aku nyari via Ojol (ojek Online), eh ada ternyata. 

Aku lupa pilihannya ada apa aja. Tapi aku nyari museum yg paling dekat dari tempatku. Waktu itu di Taman Kesatuan Bangsa (Manado). 0,9km. Deket yah,ga nyampe 1km. Jalan sih sebenarnya bisa. Tapi aku lagi Males jalan. Takut mutar-mutar, ga ketemu tempatnya, dan panas. Kalau pake mobil Rp 9.000,- doang. Pake motor Rp 4.000,-. Ya aku ambil yang motorlah. Selain murah, ya karena Manado di bulan Desember gini, macetnya ampun-ampunan. Nunggu mobil bakalan lama, dan aku mesti macet-macetan lagi, kalau motor kan enak, bisa Nyelip- nyelip.

Back to topic.

Nah, akhirnya ketemu nih ojolnya. Dianterin-lah aku ke museumnya. Tapi kok jalanannya familiar yah. Jalan yang sering aku lewatin jalan kaki kalau pas nunggu angkot mau ke Gramedia. Dan..benar aja. Aku tuh udah ratusan Kali lewatin tempat itu. Dan aku ga tahu kalau ternyata bangunan di belakang halte  tuh museum yang mau aku datengin. Apa karena aku malas memperhatikan yah. 

Udah nih masuk.

Ga ada loketnya. Aku jalan aja. Niatnya mau foto plang namanya. Ada ibu-ibu ngedeketin. Mulai interogasi aku. Dari mana. Mau ngapain. Aku jelasin. Aku tuh mau masuk museum. Ibunya bilang kalau petugasnya lagi keluar, dan ga Ngerti kapan baliknya. Jadi aku ga boleh masuk. Di luar aja kalau mau foto-foto. 

Nah. Satu foto di atas itu doang yang jadi bukti kalau aku ke monumen perjuangan rakyat ini. Dalamnya ga tahu kayak apa. Insyaallah nanti kalau ada kesempatan lagi. Aku mau kesini lagi. Dan semoga bisa masuk. Biar bisa tahu dalamnya museum yang ada di Sulawesi Utara tuh kek mana. 

 

Senin, 04 Desember 2017

OpiniFit#4: Perihal menjelaskan diri sendiri



Pada dasarnya aku paling benci menjelaskan apa mauku. Apa isi kepalaku. Apa yang membuatku bersikap "begitu" untuk "sesuatu hal".

Kenapa harus repot-repot menjelaskan?

Orang-orang cenderung membentuk opini yang mereka inginkan. Atau kita sebut saja dengan ekspetasi. Ketika seseorang sudah punya suatu opini di dalam batik kepala mereka, akan susah sekali untuk berubah itu. Mereka merasa dikecewakan oleh keadaan. Ekspetasi mereka tidak sesuai dengan realita. Setahu aku seperti itu,hal ini bahkan berlaku untuk orang-orang open minded yang ada di sekitarku.

Paling banyak,tau bisa dibilang hampir semua orang yang aku temui,orang yang berinteraksi denganku,adalah orang-orang yang sudah punya mindset tentang aku,dan ada semacam keharusan kalau aku harus seperti mindset di dalam pikiran mereka. Masalahnya itu,mindset orang-orang berbeda tentangku. Untuk memenuhi semua mindset orang-orang itu, jujur aku tidak punya daya. Itu benar-benar menguras tenaga. Ditambah lagi untuk kesempatan menjelaskan kenapa aku yang mereka temui ternyata tidak sesuai mindset mereka, alasanku,atau penjelasan versi aku kadang tidak bisa diterima. Atau lebih parah ada yang sama sekali tidak mau mendengarnya. 

Saat-saat seperti ini. Bisa aku bilang sebagai rutinitas harian. Karena tiap hari aku menghadapi hal itu,maka aku akan memilih diam. Menerima apapun pendapat orang tentangku. Tenaga ku tidak cukup untuk merubah semua pendapat-pendapat itu.  

Aku selalu percaya waktu adalah jawaban dari semua permasalahan. Jika diizinkan, lambat laun orang akan mengerti maksud,tujuan dan latar belakangnya tanpa aku harus mengemis untuk minta didengarkan.

"NANTI JUGA LO PAHAM" kalau kata iklan rokok sih gitu.

 

Sabtu, 02 Desember 2017

Daftar Marga Minahasa di Benteng Moraya




Setelah sekian lama tidak update blog karena ga main dan ga punya bahan, dan otak lagi ga pengen bekerja sama sekali. Akhirnya aku memutuskan untuk ayo main. Kebetulan ada yang dengan suka rela mau nganterin padahal lagi musim penghujan,dan kalau kami berdua jalan,selalu hujan.

Oke,back to topic...

Benteng Moraya. Sebenarnya aku sudah pernah sekali datang kesini. Tapi ada bagian yang ga sempat aku explore. Jadi akhirnya..inilah ceritaku. Selamat dinikmati..

Dari pengalaman pertama datang terus datang lagi,aku langsung tahu kalau ada yang berbeda di tempat ini. Kemana perginya kayu-kayu tua yang jadi objek fotoku waktu itu.

 

Nah..yang ini ternyata udah dipindahin. Jeng Jeng Jeng.. udah ada di belakang semacam amphitheater yg sebelumnya ga sempat aku explore.

Dan..yang pertama menyita perhatian di amphitheater yang ga sempat aku explore waktu itu tuh yang jadi judul tulisan aku ini. Daftar marga orang Minahasa. Buanyaaaaakkkkkk bangettttt. Dari a-z. Keliling in deh tuh amphitheater. Tapi marga-ku udah jelas ga ada. Kan aku bukan asli Minahasa.

Nah,puas explore bagian luarnya. Kamu kudu masuk ke dalam amphitheaternya. Di ubin dengan warna yang cantik. Didukung suasana yang mendung-mendung gitu. Satu kata. SYAHDU.



Keren pokoknya. Banyak spot dan kamu bisa leluasa foto karena space-nya besar. Tinggal pilih tempat yang sesuai dengan yang menurut kita bagus.

 

 

DAFTAR MARGA

ABUTAN, ADAM, AGOU, AGOW, AKAI, AKIL, ALING, ALOW, ALUI, AMDI, AMPOW, ANDINATA, ANUS, ANES, ANGKOUW, ANGOW, ANIS, ANTOU, AWON, ARAY, ARINA, ARUPERES, ASSA, ATUY, AWONDATU, AWUY, ARIKALANG

BADAR, BANGKANG, BARAHAMIN, BATAS, BELLA, BELUNG, BERNADIUS, BESARE, BENTANG, BESOUW, BOKAU, BOKONG, BOLANG, BOLUNG, BOSEKE, BORORING, BUTTO, BOTU, BOYOJ, BUYUNG, BADJA, BOGIA

CANON, CHOANDY, CIWULUSAN, COLOAY, CORNELEZ

DAMONGILALA, DAMOPOLI, DATU, DALOS, DANES, DAPU, DAMOPOLII, DATUMBANUA, DAYOH, DEDEDAKA, DEENG, DE FRETES, DE BLOUWE, DENDENG, DENGAH, DEREK, DAGI, DEWAT, DIEN, DIMPUDUS, DIPAN, DIRK, DISSA, DODU, DOLLA, DOLOT, DOMPIS, xxxx, DOMPASA, DONDO, DONSU, DIU, DUMANAU, DOODOH, DOPONG, DORINGIN, DOTULONG, DUMAIS, DUMBI, DUNGUS, DURAND, DUSAW, DONDOKAMBEY

EGAM, EGETAN, EKEL, ELEAN, EMAN, EMON, EMOR, ENDEI, ENGKA, ENGKO, ENGELEN, ENOCH, ERING, ERUNGAN, EGETEN

FREDERICK, FRANS

GERUNGAN, GINSU, GOLIJOT, GOLUNG, GONI, GONIWALA, GANDARIA, GONTUNG, GOSAL, GIROTH, GUMALAG, GUMANSALANGI, GUMANSING, GUMION, GUNDONG, GANDA, GIMAN

HERMANUS, HUTCHISON, HERMAN

INARAI / INARAY, INKIRAWANG, INOLATAN, INTAMA, ITEM, IROTH, IMBANG

JACOB, JOSEPH

KATUPAYAN, KAAT, KAAWOAN, KAENDO, KAENG, KAES, KAINDE, KAIRUPAN, KALALO, KALANGI, KALEMPOU, KALEMPOUW, KARAU, KALICI, KELENGKONGAN, KALESARAN, KALIGIS, KALITOW, KALOH, KALONTA, KALUMATA, KAMAGI, KAMBEY, KAMBONG, KANDIO, KANDOLI, KANDOUW, KANTER, KANDOUW, KAPAHANG, KAPON, KAPANTOUW, KAPARANG, KAPELE, KAPERO, KAPAYOS, KAPUGU, KARAMOY, KARAUWAN, KAMASI, KARINDA, KARISOH, KARUH, KARNDENG, KARUNTU, KARUYAN, KASEKAYAN, KARWUR, KASENDA, KATOPO, KATUUK, KAUMPUNGAN, KAUNANG, KAWATU, KAWENGIAN, KAWILARANG, KAWOHAN, KAWULUSAN, KAWUNG, xxxxx, KEINCEM, KEINJEM, KEKUNG, KELAH, KELES, KELUNG, KEMBAL, KEMBAU, KEMBUAN, KEMUR, KESEK, KEWAS, KIMBAL, KHODONG, KIRANGEN, KIRAIYAN, KAOGOUW, KOESSOY, KOJONGIAN, KOLEANGAN, KALIBU, KOLINUG, KOLOMPOY, KOLONDAM, KOLONIO, KOLY, KOMALING, KOMANSILAN, KONTU, KOMBAITAN, KOMIMBI, KONDOI, KONTUL, KOPILAT, KOPITIY, KORAAAH, KORAH, KORINUS, KORENGKENG, KOROMPIS, KOROUW, KORUA, KOROPIT, KOTAMBUNAN, KOUNTUR, KOWU, KOWAAS, KOUROW, KOWOMBON, KOWULUR, KOYANSOUW, KOYANG, KUHU, KULIT, KULLIT, KUMAAT, KUMASEH, KUMAUNA, KUMAYAS, KUMENDONG, KUMOLONTANG, KUMONTOY, KUPON, KURON, KUSEN, KUSSOY, KARAENG, KUKUS, KUMAMBONG, KUMENIT, KASOMBANG, KANDOLIA, KOTEL, KUMESAN

LALA, LALAMENTIK, LALOAN, LALOWAN, LALOWANG, LALOH, LALU, LALUJAN, LALEPO, LAMBOGIA, LAMIA, LAMOH, LAMPAH, LAMPUS, LANES, LANGELO, LANGI, LANGITAN, LANGKAI, LANGUYU, LANTANG, LANTU, LALUAN, LALARO, LAOH, LAPIAN, LAPONG, LASUT, LAURENS, LEFRANDT, LEGI, LEGOH, LEGOH, LEKES, LELEMBETO, LEMBONG, LEMPASH, LEMPOU, LELENGBOTO, LEWAN, LEMPOY, LENAK, LENGKEY, LENDENG, LENGKOAN, LENGKONG, LENSUN, LEONG, LEPAR, LESAR, LEWU, LIANDO, LIMBAT, LIMBONG, LOINDONG, LOMBOTO, LIMPELE, LINTJEWAS, LINTANG, LINTONG, LIOGU, LITOW, LIJU, LIOTOHE, LIOW, LIU, LIWE, LOHO, LOING, LOLOANG, LOLOMBUAN, LOLONG, LOLOWANG, LOMBOAN, LOMPOLIU, LONAN, LONDA, LONDOK, LUCAS, LONDONG, LONDONG, LONTA, LONTAAN, LONTAH, LOMBAN, LINTURUURAN, LONTOH, LOSUNG, LOTULUNG, LOWAI, LOWING, LUDONG, LUMANAU, LILA, LUMANGKUN, LUMANTOW, LUMATAU, LUMBUUN, LUMEMPOUW, LALAKI, LONGKUTOI, LUMENTA, LUMENTUT, LUMI, LUMINGKAS, LUMINGKEWAS, LUMINTANG, LUMINUUT, LUMOINDONG, LUMONDONG, LUMONGDONG, LUMOWA, LUMUNON, LUNTUNGAN, LUTULUNG, LAKOY, LOSU, LANGOW, LAHONANMAN, LOWONGAN, LALOGIROT

MACAWALANG, MAGOBTA, MAENGKOM, MAHAN, MAKAAMPOH, MAKARAU, MAINDANGKAY, MAILANGKAY, MAILOOR, MAINDOKA, MAINSOUW, MAIT, MAKADADA, MAKAL, MAKALEW, MAKALIWE, MAKANGARES, MAKARAGES, MAKANONENG, MAKAORON, MAKARAWIS, MAKARUWUNG, MAKATUUK, MANTOW, MAKAWALANG, MAKAWULUR, MAKIOLOL, MAKISANTI, MAKELE, MEIRUNTU, MALINGKAS, MALIANGKAY, MALONDA, MAMAHIT, MAMANGKEY, MAMPOUW, MAMONTOUW, MAMANUA, MAMARIMBING, MAMBA, MAMBO, MAMBU, MAMENGKO, MAMENTU, MAMESAH, MAMITOHO, MAMOTO, MAMUAJA, MAMENTU, MAMUSUNG, MANAMPIRING, MANANGKABO, MANANGKOD, MANAPA, MANARISIP, MANAROINGSONG, MANAYANG, MANDAGI, MANGALA, MANDANG, MANDEY, MANESE, MANENGKEI, MANGARE, MANGEMPIS, MANGINDAAN, MANGKEY, MANGOWAL, MAGUNDAP, MANIMPOROK, MANINGKAS, MANOPPO,MANOREK, MANTIK, MANTIRI, MANTOAUW, MANAUA, MANUEKE, MANURIP, MANUS, MAPALIEY, MARAMIS, MARENTEK, MARINGKA, MASAEL, MASINAMBAU, MASING, ASIRUW, MAISIOUW, MASOKO, MASSIE, MATHEOS, MATINDAS, MAUKAR, MAWEI, MAWERU, MAWIKERE, MAWITJERE, MAWUNTU, MEKEL, MEMA, MENDE, MENDUR, MENGKO, MENTANG, MENTU, MERAY, MEZAK, MEWENGKANG, MEWOH, MELO, MIDAS, MINCE, MINCELUNGAN, MINDER, MINGKID, MIOYO, MOGIGIR, MOGOT, MOKALU, MOKODOMPIT, MOKOBOMBANG, MOMONGAN, MOMOMUAT, MOMOR, MONUAT, MONANGIN, MONDIGIR, MONDONG, MONGDONG, MOMINTJA, MONDORINGIN, MONDOU, MOGI, MONGI, MONGILALA, MONGINSIDI, MENAJANG, MONGKAREY, MONGKAU, MONGKOL, MONGULA, MONIAGA, MONINCA, MONGKARENG, MONINGKA, MONINGKEY, MONIUNG, MONIYONG, MONONIMBAR, MONONUTU, MONTOLALU, MONTONG, MONTUNG, MORONG, MOTTO, MUAJA, MUAYA, MUDENG, MUKE, MUKUAN, MUMBUNAN, MUMEK, MUMU, MUNAISECHE, MUNDUNG, MUNTU, MUNTUAN, MUNTUUNTU, MUSAK, MUSU, MOGONTA, MOWOKA, MAMEY, MANESE, MAKALIWE, MATULANDI, MARUNTUAN, MAILENSUN, MANDOLANG, MANGELEP

NANGLEY, NANGKA, NARAWANGSA, NANGON, NANGOY, NARAY, NAYOAN, NELWAN, NENDER, NGALA, NGANGI, NGANTUNG, NGAYOUW, NGENGET, NGION, NONE, NONGKA, NANGIN, NONGKO, NONUTU, NORTA, NAJOAN

OGI, OGOT, OGOTAN, OLENG, ONY, OLEY, OMBENG, OMBU, OMPI, ONDANG, ONIBALA, ONSU, OPIT, ORAH, OROH, OTAY, OPING, OMBINGO

PAAT, PAI, PAILA, PAJOW, PAKASI, PALANGITEN, PALAR, PALENEWEN, PALENDENG, PALILINGAN, PALIT, PALUPI, PANAMBUNAN, PANDA, PANDO, PANDEAN, PANDEIROTH, PANDEIROOT, PANDELAKI, PANDEY, PANDI, PANDONG, PANGALILA, PANGKAHILA, PANGAU, PANGEMANAN, PANGILA, PANTOW, PARAPAK, PARENGKUAN, PAREPA, PARUNTU, PASEKI, PASLA, PASUMIIN, PATEH, PAUMER, PAULUS, PAOKI, PELEALU, PELLE, PELEH, PALENGKAHU, PELENGKAHU, PELLENG, PENDANG, PEPAH, PESIL, PESOT, PIAY, PINANGKAAN, PINANTIK, PINARIA, PINONTOAN, PIOH, PIRI, PITONG, PITOY, PODUNG, POGALIN, POLA, POLAKITAN, POLI, POLII, POLIMPONG, POLITON, POLUAKAN, POLUAN, POMANTOUW, POMANTOW, PIJOH, PIO, POMOHON, PONAMON, PONDAAG, PONDAAGA, PONGANTUNG, PONOW, PONGAYOUW, PONGGAWA, PONHILATAN, PONGOH, PONOSINGON, PONTOAN, PONTO, PONTOH, PONTORORING, PORAJOW, PORONG, POSUMAN, POTU, POYOUW, PRATASIK, PUA, PUNGUS, PUNU, PURASA, PURUKAN, PUSUNG, PUTONG, PUTUNG, PANGERAPAN, PROK, PRANG, PENDEMUWU, PAENDONG

RAINTUNG, RAKIAN, RAMBI, RAMBING, RAMBITAN, RAMPANGILEI, RANDANG, RAMPEN, RAMPENGAN, RAMPI, RANSUN, RANSINGAN, RANTI, RANTUNG, RARANTA, RARES, RARUN, RARUNGKUANRASU, RATAG, RATTU, RATU, RASU, RATULANGI, RATULIU, RATUMBUISANG, RATURANDANG, RAU, RUATA, RAWUNG, RAYO, REGAR, REI, REMBANG, REMBET, REMPAS, RENDE, RENGKU, RENGKUAN, RENGKUNG, REPI, RETOR, RIMPER, RIMPOROK, RINDANGEN, RINDORINDO, ROBOT, ROEROE, ROGAHANG, ROGI, ROLANGON, ROLOS, ROMBANG, ROMBOT, ROMPAS, ROMPIS, RONDO, RONDONUWU, ROOROH, ROPA, RORI, RORINGKON, RORIE, RORIMPANDEY, RORING, RORINTULUS, RORONG, RORY, ROSOK, ROTIKAN, ROTINSULU, ROTTY, ROTTIE, ROWAY, RUAW, RUGIAN, RORORAH, RUINDENGAN, RUINDUNAAN, RUMAGIT, RUMAMBI, RUMAMPAN, RUMAMPUK, RUMANGKANG, RUMANGUN. RUMANSI, RUMAYAR, RUMATE, RUMAWAS, RUMBAY, RUMBAJAN, RUMENDE, RUMENSER, RUNTULALO, RUMENGAN, RUMETOR, RUMIMPUNU, RUMINCAP, RUMOKOY, RUUS, RUMONDOR, RUMPESAK, RUNDENGAN, RUNGKAT, RUNTUKAHU, RUNTU, RUNTUWAROUW, RURU, RUOH, RURUGALA, REGOH, RATUBANUA, RUTUNUMAN, RUNTUNUWU, RUNTURAMBI, RUNTUWAILAN, RUNTUWENE, REWAH

SALINGDEHO, SALMON, SOLOMONSZ, SABAR, SAERANG, SAMPEL, SAHELANGI, SAHENSOLAR, SAJOW, SAKUL, SALANGKA, SALEN, SALENDU, SAMBOUW, SAMBUAGA, SAMBUL, SAMBUR, SAMOLA, SAMBOW, SAMPOUW, SANDEHANG, SANGARI, SANGER, SANGEROKI, SANGGOR, SANGKAENG, SANGKOY, SANGKAL, SARAPUNG, SARAUN, SARAYAR, SARIOWAN, SARUNDAJANG, SAUL, SCHALWYK, SCHOEMAKER, SEKE, SEKO, SEMBEL, SEMBUNG, SEMEKE, SEMET, SENDUK, SENDOW, SENEWE, SENGKE, SENGKEY, SENOUW, SEPANG, SETHAAN, SETLIHGT, SENOW, SIGAR, SAWEHO, SEGARLAKI, SINBAR, SIMBAWA, SINAULAN, SINATRYA, SINGAL, SINJAL, SINOMBOR, SINGKOH, SINOLUNGAN, SIRANG, SIWU, SIWI, SIWY, SOLANG, SOLAMBELA, SOMBA, SOMPI, SOMPOTAN, SONDAKH, SOPUTAN, SORITAN, SORONGAN, SPAER, SUAK, SUALANG, SUATAN, SUMAIKUD, SUMAKUD, SUAWA, SUMAKUL, SUMAMPOUW, SUMANGKUD, SUMANTI, SUMARAB, SUAWA, SUMARANDAK, SUMARAUW, SUMAYOW, SUMELE, SUMENDAP, SUMESEI, SUMIGAR, SUMILAT, SUMILANG, SUMOLANG, SUMUAL, SUMUAN, SUMUWENG, SUNDAH, SUNGKUDON, SUOT, SUPIT, SURENTU, SUWU, SUMALU, SAREN, SEMERAHM SAGAI, SUMANGANDO, SALAINTI, SINGON, SAMPUL

TAAS, TAIRAS, TABIMAN, TALUMEPA, TALUMEWO, TALUMENTAK, TAMAKA, TAMPONGAGOY, TAMBAHANI, TAMBALEAN, TAMBANI, TAMBARICI, TALOKON, TAMARA, TAMBARIKI, TAMBAYONG, TAMBENGI, TAMBINGON, TAMBOTO, TAMBUNTUAN, TAMBURIAN, TAMBUWUN, TAMON, TAMPA, TAMPANATU, TAMPAGUMA, TAMPATTY, TAMPEMAWA, TAMPENAWAS, TAMPI, TANGKAWAROUW, TAMPILANG, TAMPOMURI, TAMPINONGKOL, TANGKUMAN, TANDAYU, TULALO, TANGKA, TANGKAU, TANGKERE, TATENDANG, TANGKOW, TANGKUDUNG, TANGKILISAN, TANGKULUNG, TANGOW, TAPADA, TANOD, TANOS, TANOR, TAWAANG, TOMBUKU, TARANDUNG, TAROREH, TARUMINGI, TARUMINGKENG, TATILU, TATONTOS, TAULU, TAWAS, TEMO, TENDA, TENDEAN, TENGKER, TENGGES, TENGGOR, TEROK, TETENGAN, TETEREGOH, TETEREGO, TEWU, TEWUH, TEWAL, TELEW, THOMAS, THUDA, TIDAYOH, TIRAJOH, TIRAYOH, TIRIE, TIENDAS, TIJOW, TIKOALU, TICOALU, TIKONUWU, TILAAR, TIMBULENG, TIMBAL, TIMPOROG, TINANGON, TINAMBERAN, TINDANGEN, TINGGOGOI, TINTENE, TINTINGON, TIWON, TINOW, TOALU, TOAR, TODAR, TOGAS, TOLANDANG, TOTOLIU, TOLO, TOLUKUN, TOMBENG, TOMBILING, TOMBOKAN, TOMPODUNG, TOMPUNU, TONGKOTOW, TONGKELES, TODI, TORAR, TOREH, TOREK, TUNDO, TONTEY, TOWO, TUDO, TUEGEH, TUELAH, TELA, TUERA, TUILAN, TIOW, TULANDI, TULAAR, TULAR, TULENAN, TULUNG, TULUS, TULUSAN, TOY, TUMANDUK, TUMANGKENG, TUMATAR, TUMARAR, TUMBEI, TUMBEL, TUMION, TUMBELAKA, TUMBOL, TUMBUAN, TUMEMBUOW, TUMENGKOL, TUMEWU, TUMELAP, TUMITAAR, TUMILESAR, TUMIMOWOR, TUNGKA, TUMIWA, TUMIWANG, TUMOBER, TUMONDO, TUMONGGOR, TUMUNDO, TUMURANG, TUUK, TUWAIDAN, TUNDALANGI, TURANG, TURANGAN, TUMUYU, TUNAS, TUWO, TUYU, TUYUWALE, TULANGOUW, TOMBEY, TERRY, TUMILANTOW, TUMETEL, TUMEWAN, TUMUWU

UGUY, UKUS, ULAAN, UMBAS, UMBOH, UMPEL, UNDAP, UNIBALA, UNSULANGI, UNTU, UNU, ULUS, UWAY, UNTUPANDEI, UMPUN, UNTOMBENG, UMBORORING

VAN BONE, VAN DIEST, VAN DUIM, VAN HEMERT, VAN LITH, VAN RATE, VOERMAN, VOGEH, UMBOKAHU

WATANIA, WAANI, WAGEI, WAGEY, WAGIU, WAHA, WAHANI, WAHON, WAKARI, WALA, WALALANGI, WALANDA, WALANDOUW, WALANGITAN, WALEBANGKO, WALEAN, WALENSENDOW, WALEWANGKO, WINOWATAN, WERUNG, WESOK, WOHON, WOREK, WORUNG, WUWUNG, WAWONSINGAL, WALANGAREM, WANGET, WALELANG, WALELENG, WALIAN, WALINTUKAN, WALUKOW, WALUYAN, WANEI, WAROUW, WANGANIA, WANGKAR, WANGKE, WANGKO, WATI, WATUGIGIR, WATAH, WATULANGKOUW, WATUNA, WATUNG, WATUPONGOH, WATURANDANG, WATUSEKE, WAURAN, WAWOH, WAWOITANA, WAWOLANGI, WAWOLUMAYA, WAWORUNDENG, WAWORUNTU, WAYONG, WAYONGKERE, WEKU, WAHANTOUW, WELEY, WELAN, WENAS, WENAS, WENSEN, WENUR, WEOL, WANGKAI, WETIK, WEWENGKANG, WILAR, WINERUNGAN, WINOKAN, WOKAS, WOLA, WOLLAH, WONDAL, WONGKAR, WONOK, WONTAS, WONTE, WORANG, WOOY, WOROTIKAN, WOTULO, WOWILANG, WOWILING, WOWOR, WUATEN, WUISAN, WUISANG, WULUNG, WULUR, WUNGKANA, WUNGOW, WUNTU, WURANGIAN, WUWUNGAN, WOLOJAN, WAKULU, WEKEN

 

Minggu, 29 Oktober 2017

OpiniFit: Kenapa Blogger dibanding Vlogger?


Seperti yang kamu tahu,vlogger bertebaran dimana-mana sekarang. Mulai dari anak-anak sampai Presiden jadi vlogger. Kenapa? Kamu tahulah gimana produsen-produsen ponsel berlomba-lomba bikin kamera front mereka jadi bagussss banget. Itu Megapixel-nya luar biasa. Jangan tanya seberapa hasilnya. Aku yang jelek ini aja bisa jadi cantik jelita kalau pake kamera ponsel berpuluh-puluh Megapixel itu. Yang aku khawatirin adalah,bukan cuma wajahku yang jadi cantik banget itu,dosa-dosa aku bakalan ikut ke-capture juga. Kan ga lucu.

 

Selain kemudahan kamera. Fakta bahwa being vlogger itu menghasilkan uang. Ayolah, jadi terkenal,ngehasilin duit,siapa yang ga mau?

Jadi aku kenapa ga jadi vlogger aja?

Karena...

 

1. Aku tidak punya sesuatu yang berbeda.

Kamu tahu di antara kepungan para vlogger,hanya ada beberapa vlogger yang terkenal. Ga beberapa sih. Banyak. Kenapa mereka bisa tampil di antara banyaknya vlogger karena mereka punya sesuatu yang berbeda. Lebih baik sih mungkin ga banyak,tapi udah pasti beda. Mereka punya itu untuk ditampilkan. Sedangkan aku? I'm just a ordinary girl. Yang bisa kamu temuan dimana aja di sekitarmu. Banyaaakkkk banget malahan. Dengan kenyataan itu,aku sepertinya tidak punya kapasitas untuk bikin vlog.

2. Aku tidak pandai ngedit video.

Udah pasti yah,jadi vlogger itu kamu harus ngedit video. Misalnya nih kamu punya topic apa,udah bikin video-nya,trus upload? Ga juga sih. Videonya kudu di edit-edit juga biar jadi bagus. Meskipun sekarang ngedit video bisa via ponsel. Asli aku ga bisa. Aku pernah punya konten yah,pas backpacker. Udah bikin banyak video nih kan,edit via ponsel,digabung-gabungin, pakein backsong segala. Jadi,upload. Bagus? GAK!!! Sumpah lah aku aja heran kenapa aku bisa-bisanya ngupload video STD gitu.

3. Alasan paling utama. Aku ga suka tampil.

Kamu tahulah,jadi vlogger itu kudu tampil kan,meski sekedar nyapa "hai..guys", tetap aja bakalan tampil. Nah,yang gitu-gitu aku ga suka. Instastory aja sampai sekarang cuma pernah bikin 2 kali. Udah deh instastory, ngupload foto yang wajahku doang aja tuh,Allah...aku aja malas lihatnya. Meski kenyataan aku suka selfie,untuk di upload itu,Duh..kok malas banget ya. Kenapa? Aku ga cantik. End of discussion. 

 

Udah 3 alasan itu kenapa aku ga suka jadi vlogger. Terus kenapa tulisannya di upload di blog juga? Kan sama aja nampil-nampil juga. Karena aku suka nulis. Banget. Komen itu bonus. Tapi beneran aku jadi blogger,karena senang nulis. Dibayar atau tidak. Aku hanya senang nulis,senang membagi cerita tentang perjalananku.

Hidup blogger

 

Minggu, 22 Oktober 2017

Reclining Buddha (Buddha Berbaring)

“Lebih baik melihat sekali, daripada mendengar ribuan kali”



Prasa yang sering ku dengar. Dan yang selalu jadi cambuk untuk 'Ayo travelling' tiap kali lihat liputan tempat-tempat wisata gitu. Apa aku pernah membayangkan melihat langsung patung Buddha berbaring setinggi 15 meter yang dilapisi emas 18 karat sebanyak 336 lapis di seluruh bagian tubuhnya itu? Jawabannya Tidak! Thailand bukan salah satu negara wajib yang harus aku kunjungi. Tapi apalah daya dan upaya ku ketika godaan tiket murah AirAsia membuat candu backpacker-ku yg sudah susah payah kutahan malah makin menjadi. Maka terbanah aku ke Thailand.

Aku masuk ke Wat Pho di tempat patung Buddha berbaring itu bersamaan dengan rombongan cewek-cewek cantik asal Jepang yang terus-terusan berkata "Sugoi" sambil mengarahkan kameranya ke arah patung Buddha.

Apa aku bisa foto dengan tenang? Tidak juga. Selain rombongan cewek-cewek cantik Jepang itu,ada 2 orang cowok Eropa yang tidak beranjak sama sekali tidak mau pindah dari spot foto yang disediakan. Bahkan aku sudah di bagian telapak kaki Buddha mereka masih belum beres fotonya. Buset dah.



Selain tubuh Buddha yang dilapisi emas semua. Bagian telapak kakinya juga "Sugoi". Ada 108 simbol karakteristik Buddha yang juga disebut laksanas. Telapak kakinya sendiri punya panjang  3 meter (aku tuh setengahnya berarti yah).

Terus bagian belakangnya punya apa? Selain bagian punggung Buddha yang polos? Coba deh kamu lihat bagian kanannya. Ada jejeran wadah tempat orang masukin koin,yang jumlahnya ada 108. Katanya sih kalau masukin koin ke 108 wadah itu,hidup akan penuh keberuntungan,juga membantu para biksu untuk merawat Wat-nya. Tapi satu yang aku suka dari 108 jejeran wadah ini,bunyinya saat ada yang masukin koin tuh terdengar "Sugoi".

 

Rabu, 18 Oktober 2017

Mesjid Darul Falah


Mungkin nama mesjid ini ada di sekitar tempat tunggalmu. Tapi mesjid ini buatku istimewa. Mesjid Darul Falah yang ada di Thailand membuatku kagum.

Aku merasa keberadaan mesjid di Indonesia itu semacam sesuatu yang biasa. Di semua daerah pasti ada mesjid,bukan cuma satu setiap daerahnya,tapi ada banyak. Satu desa bahkan bisa punya 2-3 mesjid yang punya jamaahnya masing-masing. Meskipun itu di desa yang mayoritasnya penduduk non muslim.

Aku tidak mau membahas tentang agama. Apalah kapasitasku yang hanya seorang hamba,yang dosanya masih banyak. Aku cuma mau membahas tentang sebuah mesjid kecil yang aku temui di Thailand. Mesjid itu bernama Mesjid Nurul Falah.



Setelah sehari Kedatanganku di Thailand,di Bangkok tepatnya. Aku sama sekali belum mendengar suara adzan. Wajar. Aku berada di negara yang mayoritas penduduknya beragama Budha. Hingga di siang hari,hari Jumat,aku mendengar suara panggilan sholat. Dekat dengan museum Jim Thompson Museum.

Tempatnya tidak begitu besar memang. 2 lantai. Lantai bawah digunakan untuk tempat berwudhu serta tempat berkumpul,dan bagian atas adalah tempat sholat. Mesjid ini tiba-tiba membuatku merasa tenang,damai,padahal cuaca sedang sangat terik. Bukankah semua mesjid memang selalu menimbulkan rasa tenteram bahkan hanya dengan memandangnya?

Aku menyempatkan sholat Dzhuhur disitu. Mengobrol sebentar dengan ibu-ibu warga Thailand yang sholat disitu juga dan mengambil gambar tulisan di kaca. Huruf Arab kemudian tulisan Thailand. Sebuah ayat dari Qs 17 : 89.

 



"Dan sesungguhnya,kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan,tetapi kebanyakan manusia tidak menyukainya bahkan mengingkarinya"



Sebuah perjalanan,memang seharusnya mendekatkan kan? 

Senin, 02 Oktober 2017

OpiniFit: Travelling Bukan Karena Kaya


Banyak sekali teman, saudara, kerabat atau bahkan kenalan yang berpikir aku ini bergelimang harta karena (punya) kesempatan untuk ke luar negeri. Dan dengan otomatis akan kubantah. Aku tidak kaya, sama sekali. Aku bahkan punya hutang. Saking tidak tahu dirinya aku, aku pernah pulang liburan, baru beberapa hari udah minjem duit ke sepupu, lumayan besar.

Jadi, aku sama sekali tidak kaya. Mungkin kalian terlalu sering melihat infotaiment, melihat liburannya para selebritis yang udah pasti ‘wah’, aku mah ga. Boro-boro ‘wah’ kadang aja aku puasa pas liburan. Puasa makan nasi sih, yang penting mah cacing di perut ga pada protes, karena ga dikasih makan, meskipun dikasih makannya Cuma buah ataupun roti sih. Hehe. Tidur kadang di mushola bandara, di penginapan yang kalau boleh permalamnya ga nyampe Rp 100.000,-.

Udah tahu ga kaya, terus kenapa sok-sokan mau jalan sampe keluar negeri? Tiketnya? Akomodasinya? Transportnya? Aduh...duit semua itu kan? Ga pake daun bayarnya. Kamu pasti punya duit. Pinjem dulu dong.

Hehe. Percakapan lumrah di hidupku.

Sekali lagi, aku ga sekaya yang kalian bayangin. Aku tuh pengangguran yang gaya aja bisa liburan keluar negeri. Kebetulan pas ada duit simpanan, kebetulan ada tiket murah, kebetulan waktunya ga mepet, jadi bisa ngumpulin duitnya buat bayar yang lain-lain.

Kalau kamu kenal aku dan temenan di sosmed sama aku, seberapa sering sih aku update soal makan di tempat ini, nginep di hotel itu, liburan ke pulau ini, astaga...itu terjadi di hidupku setahun sekali doang. Setelah nabung lama, terus bisa liburan, fotonya aku banyakin, biar bisa terus-terusan di upload, biar ga kelihatan menderita banget hidupku, ga pernah main.

Selain itu, Kamu ngerti promo gencarnya AirAsia kan? Yang bayar sekarang terus terbanganya baru beberapa bulan kemudian atau bahkan tahun depan. Nah, itu. Aku beli tiket itu. Tiket-tiket promo. Kalo ga, ya aku lebih milih buat menjelajah indonesia. Contohnya, belitung, aku ga pake tiket promo. Ya karena aku emang pengen banget ke belitung, dan udah nabung 2 tahun.

Masih lah kamu tuh banyak duitnya. Ga. Sama sekali ga. Ini aja mau beli batrei laptop yang udah bocor dari setahun kemarin, ga jadi-jadi belinya, gara-gara duitnya malah kepake buat beli tiket pas ada promo.

Aku tuh travelling, sama sekali ga minta diakui kalau banyak uang. Aku travelling karena aku suka, aku sharing perjalanan aku lewat blog, karena aku senang nulis. Itu aja. Sama sekali bukan gaya-gayaan sok-sok banyak duit. Ga. Sumpah. Aku travelling, karena siapa mahluk di dunia ini yang tidak suka travelling? Tidak suka menjelajah tempat baru?

 

Selasa, 26 September 2017

MENCARI GAJAH PUTIH DI NEGARA GAJAH PUTIH

Thailand kan terkenal sama julukan Gajah Putih. Jadi aku jadi penasaran, kenapa namanya bisa begitu, apa bener ada gajah yang warnanya putih. Biasanya kan gajah tuh warnanya abu-abu, nah terus kok putih? Albino kali yah? Atau? Pertanyaan tentang gajah putih tersebut masih ada sampai aku berada di negara tersebut.

Ada pertunjukan Gajah emang di Patayya. Tapi dari foto-foto yang aku lihat, ga ada tuh gajah yang warnanya putih. Abu-abu. Jadi kenapa disebut negara gajah putih? Dibantu oleh Google (anak minelias banget, apa-apa nyari di google) akhirnya ketemu kalau Gajah Putih itu emang ada dan dipelihara oleh Raja. Katanya ada 10 ekor, yang jantan 6 ekor, dan betina-nya 4 ekor. Warna-nya Putih? ga juga, abu-abu, tapi ada kriteria tertentu sampai seekor gajah bisa dikategorikan gajah putih. Apa orang biasa kayak aku ini bisa lihat gajah putih itu? Bisa, tapi tunggu ada perayaan tertentu dulu.

Jadi, ...

Nah gitu kira-kira yah sejarahnya kenapa Thailand sampai disebut negara Gajah Putih. Terus ga ketemu gajah putih sama sekali dong di Thailand? Jangan salah. KETEMU. 4 LAGI.

Patung tapi..


sibuknya mau nyebrang



Adanya di sanam luang. Dari kaosan road tinggal jalan sekitar 5-10 menit. Bakalan ketemu sama tugu, yang dipuncak tugunya ada 4 ekor gajah putih menghadap ke empat arah berlawanan.

Ini sih bukan objek wisata, apalagi tempat foto. Disini Cuma jadi tempatnya ibuk-ibuk menjajakan minuman atau buah kepada pejalan kaki yang lewat trafic light. Pembelinya ada? Banyakkk...kebanyakan turis-turis yang ikut rombongan wisata, yang sepertinya abis jalan jauh mengelilingi grand palace, wat arun dan wat pho kemudian ke khaosan road. Capek asli, jadi jelas butuh minum, apalagi suhu di Thailand yang lumayan panas.

Aku? Foto pasti dong. Ga peduli dilihatin. Aku kemungkinan kesana-nya lagi kan kecil banget, jadi setiap tempat keren tuh kudu di foto.

 

Minggu, 24 September 2017

Museum Tanpa Foto



Sebenarnya pengalamanku masuk rumah seseorang yang akhirnya dijadikan Museum tuh baru sekali. Di luar negeri pula. Tempat itu tidak lain dan tidak bukan Jim Thompson House dan Museum.

Jim Thompson Sendiri adalah seorang berkebangsaan Amerika yang lahir di Greenville, Delaware di tahun 1906 (alamak, bedanya sama aku hampir 90 tahun). Yang akhirnya dipindahkan ke Bangkok waktu Perang Dunia ke-II. Kemudian menikah sama orang Thailand, dan akhirnya menetap disana.

Museum ini sendiri merepresentasikan arsitektur tradisional terbaik di Thailand. Mulai dari rumah untuk pembantu sampai ke kamar utama. Semuanya bakalan dijelaskan dengan lengkap oleh tour guide yang akan menjelaskan ke kamu. Kamu bisa pilih untuk ikut tur yang tour guidenya berbahasa inggris atau berbahasa Thailand.

Ada banyak hal bagus di dalam rumah ini, mulai dari tanamannya, tata letaknya, bentuk bantalnya. Rumah ini ga punya kamar mandi, dan kamu bakalan terkagum-kagum ngelihat tempat untuk buang air yang digunakan di rumah ini. Untuk cewek beda, untuk cowok beda. Lucu. Tapi tidak ada fotonya. Kenapa? Ada peraturan kalau kamu tidak diizinkan mengambil foto di dalam rumah. Aku juga tidak tahu kenapa. Entah dijelaskan atau tidak oleh tour guidenya, yang pasti ga bisa foto.

Hal keren di rumah ini banyak, banyaaakkkkk bangettttt. Meja makannya yang tidak tradisional. Menurut tour guidenya, Jim Thompson tidak suka makan melantai seperti masyarakat Thailand umumnya. Kalau kamu pernah ngelihat film Pee Mak, yang bagian mereka makan masakannya Pee Mak tuh, pasti tahu. Lesehan lah konsepnya. Tempat tidur tamu yang super duper kecil, ada penghalang di tiap pintu ruangan yang berfungsi menjaga anak kecil, Getel anggurnya yang lubangnya di bawah, dan cara mengisinya, agar tidak dimainkan anak-anak, sampai rumah Tikus di kamar utama Jim Thompson. Sumpah rumah tikusnya bagus banget.

Semuanya bagus. Tapi lagi-lagi. Tidak ada foto. Satu-satunya yang bisa jadi bukti kalau kamu pernah mengunjungi Jim Thompson House & museum adalah plang di depan pintunya.

Diakhir tour, guidenya bakalan menjelaskan dimana Jim Thompson. Dia menghilang di Malaysia pada tanggal 26 Maret 1967, dan sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya atau apa yang terjadi padanya.

Oh iya, museum ini sendiri buka mulai jam 9.00 am – sampe jam 6.00. waktu itu aku masuk jam 11.45, tapi aku dapat regu A. Mungkin karena pengunjungnya kurang. Rombonganku waktu itu, keluarga semua. Ada ibu, ayah, anak cewek, anak cowok dan anak-anak kecil, yang kelihatannya bosan banget diajakin. Ada bahkan anak kecil yang bertanya kapan selesainya tour itu.

 

OpiniFit : Bisnis waralaba supermarket 24 jam

Kamu pasti sudah tahu maksudku gerai yang mana. Yang ada dimana-mana, dan selalu berdekatan. Iyap..itu (akunya ga mau nyebut, takut panjang urusannya). Aku bukan mau komplen atas pelayanannya atau semacam itu, tidak sama sekali. Justru aku adalah pelanggan salah satu gerai tersebut, aku suka berburu Sari Roti disitu.

Saking banyaknya gerai ini, kamu jangan pernah ngambil patokan gerai ini sebagai petunjuk jalan (sepupuku pernah ngasih patokan ini ke sepupuku yang lainnya, dan walhasil dia nyasar jauhhhh bangetttt), dan kamu bakalan heran pasti kalau ada satu daerah yang sama sekali tidak ada gerai ini. Sama sekali! 1pun tidak ada.

Emang ada? Ada... 2 yang aku tahu. Minahasa Tenggaran dan Tahuna. Temanku kebetulan tinggal di Tahuna dan bilang kalau tidak ada gerai ini sama sekai di Tahuna, sedangkan Minahasa Tenggara. Itu tempatku sekarang, jadi aku tahu dengan pasti, Tidak ada gerai satupun selama masih berada di Minahasa Tenggara. Lewati perbatasan Minahasa tenggara, dan kamu akan menemui gerai ini tiap berapa meter.

Kenapa? Aku tidak begitu tahu alasannya. Tapi apapun alasannya. Ada tidaknya gerai ini, punya sisi positif dan negatifnya. Waktu aku masih kuliah di Jogja, dekat kampus ada gerai yang mau di bangun, dan sepanjang pendiriannya, spanduk menolak tetap ada di depan tempat gerai ini akan di bangun.

Kenapa di tolak? Toh gerai ini akan buka 24jam, yang akan mempermudah kita jika membutuhkan sesuatu ketika tengah malam atau subuh? Mengingat jam buka warung yang biasanya Cuma dari pagi saat si empu warung bangun, sampai dia mau tidur saja. Dan ada lapangan kerja baru?

Kenapa tidak di terima? Jujur saja, aku lebih suka belanja di gerai-gerai ini dibanding di warung. Alasannya? Entahlah. Mungkin kita bakalan lebih tertarik masuk ke tempat yang banyak lampunya, terang benderang, ber-ac, disapa kasirnya, ditawari beli pulsa tiap bertransaksi, entahlah. Aku hanya secara naluriah memilih masuk ke gerai ini dibanding warung. Mungkin orang-orang seperti aku ini yang membuat gerai-gerai ini tidak diterima untuk dibangun. Karena nantinya akan mematikan usaha kecil orang-orang yang punya warung, yang bermodal kecil, dan biasanya yang jaga juga sudah berumur.

Alasan ini juga yang kuderngar berlaku di Minahasa Tenggara, kenapa sampai tidak ada gerai ini satupun disini. Tapi aku tidak tahu kebenarannya, yang aku tahu pasti tidak ada gerai itu didaerahku. Bagus, menurutku aku masih bisa beli keperluanku di warung-warung kecil. Yang jadi masalah adalah, kadang ada aktivitas yang lebih mudah ketika ada gerai ini di dekat tempat tinggal kita. Gerai-gerai ini bekerjasama dengan beberapa pihak yang membuat urusan bayar-membayar menjadi lebih gampang.

Jadi kalau aku boleh beropini, penting tidaknya gerai-gerai ini di dalam hidupku, aku bisa bilang 50:50. Tergantung kebutuhan. Ga ada, ga masalah. Ada juga, bukan masalah.

 

Selasa, 19 September 2017

Baju Khas Thailand di Wat Arun


Hari terakhir di Thailand. Duit tinggal sedikit. Akhirnya memutuskan untuk ke wat Arun. Salah satu tempat wajib yang harus didatengin kalau ke Thailand. Sebenanya kamu bisa ngambil waktu sehari untuk ke Grand Palace, Wat Pho, dan Wat Arun sekalian. Tapi berhubung aku banyak nyasarnya, jadi waktunya ya gitu... jadi kebuang sia-sia.

Patokannya nih kalau dari Wat Pho. Kamu bakalan ke Sleeping Budha kan, nah pintu keluarnya dekat gedung Sleeping Budha itu, abis itu belok kiri. Ketemu perempatan, lurus. Pasar? Iyes, kamu emang masuk ke pasar. Di belakangnya pasar itu baru ada tempat penyeberangan naik kapal. Perorangnya 4 bath. Aku pas masuk kehitung bareng sama rombongan Indonesia juga yang lagi liburan. Pemandu wisatanya, ga hapal orang-orangnya, aku dibayarin juga. Tapi karena aku jujur, aku keluar lagi, terus masuk dan bayar sendiri.




Sebenarnya kamu udah bisa lihat bangunan chedi warna putih menjulang dari seberang sungai, tapi begitu dekat bagussssss banget. Kontras sama Chedi di Wat Pho yang banyak banget,dan warna-warni, kalau di Wat Arun dominasinya warna putih.

Dan yang paling Spesial di Wat Arun adalah kamu bisa pakai baju khas Thailand. 100 bath, tapi ibu-ibunya bisa bahasa indonesia, nawarin pake baju Thailand bakalan kelihatan cantik dengan Rp50.000,-.Pas aku lagi dipakein bajunya, ada cewek korea lewat dan ibunya nawarin pake bahasa Korea, ada noona dan yeopo-nya gitu. Canggih nih ibu-ibunya.

 

Selasa, 12 September 2017

Beli Oleh-oleh Thailand di Chatuchack Weekend Market

Aku kembali ke Chatuchack weekend Market jam setengah 4 sore, mau nyari oleh-oleh yang belum lengkap. Ketemu semua. Alhamdulillah. Aku bahkan ketemu kemeja buat bapak yang produknya dari cotton dan handmade, warna putih, biar bisa dipake buat Sholat Idul Adha nanti.

Setengah 6 aku udah beres belanja, bahkan menemukan kebab yang jualan ibu-ibu berjilbab yang nanyain aku makan kebab yang tuna apa yang daging, dia ngomong pake bahasa indonesia, tapi pas aku ajakin ngomong indonesia, ga bisa, alhasil ngomong pake bahasa inggris juga buat nanyain cara naik bus dari situ ke arah khaosan road tuh gimana, disaranin naik taksi aja karena mereka ga tahu. Anw, kebabnya seharga 40 bath,enak dan halal pastinya. Cacing-cacing di perutku aman, setelah seharian Cuma makan buah, sari roti cokelat, dan nissin crispy.

Kalau kemarin aku nyasar karena aku naik di tempat yang sama aku turun kan, kali ini aku nyoba yang baru, aku nyebrang chatuchak marketnya ke jalan sebelahnya dan nunggu bus, dan...maceeetttt, bingung sendiri mau naik bus nomer berapa. Akhirnya setelah searching, aku naik bus 504 dan meminta turun di victory monumen, karena kondekturnya ga ngerti aku nulis sanam luang. Aku ga gitu inget ongkosnya, tapi ga nyampe 20 bath kok.

Sampailah aku di victory monument, tahu arahnya? Makin pusing. Akhirnya aku nanya ke petugas yang ada di pos dekat halte victory monument. Katanya kalau mau ke khaosan road dari sini tuh naik bus 503 atau nomer 12. Ah elah, tahu gitu aku nyebutin khaosan road aja biar ga turun-turun lagi. Pas banget ada bus 12, langsung naik dan nyebutin khaosan road. Ongkosnya 9 bath.

Dianterin sampe khaosan road? GA!!! Aku masih jalan 750 meter. Untungnya aku tuh udah sempat nyasar di hari pertama pas nyari penginapan, jadi aku lumayan ngerti arah pulang. tahu aku nyampe penginapan jam berapa? Jam 9 lewat. Luar biasa kan aku. Hattrick 3 kali tiap pulang nyasar-nyasar dulu. Untung udah kenyang, jadi tinggal tidur.

Saranku kalau mau liburan di Bangkok, cari penginapan yang deket stasiun MRT, biar ga banyak nyasarnya kayak aku.

 

Kamis, 07 September 2017

Ke Wat Pho dari Khaosan Road


Di hari ke Empat solo backpackerku ke Thailand, aku punya rencana untuk main ke Wat Pho, check out, kemudian pindah penginapan, check in, melengkapi oleh-oleh di Chatuchak weekend market. Apakah semuanya berjalan lancar? Alhamdulillah semua terpenuhi, tapi...

Sebaiknya aku cerita lengkapnya.

Wat Pho dari penginapan kalau di tempuh dengan jalan kaki Cuma butuh 30an menit. Baiklah aku jalan kaki lagi, sampai akhirnya tiba di Wat Pho. Jadi dari Grand Palace yang masuknya tuh luar biasa antriannya, karena warganya lagi berduka atas meninggalnya raja. Nah berkat aku jalan tuh akhirnya aku tahu kalau ternyata wisatawan tuh ga perlu ngantri ngikutin orang-orang yang ngantri berduka itu, tinggal jalaaaannnn terus dari sanam luang tuh sampe nemu perempatan yang ada petunjuknya masuk ke Grand palace. Atau kalau bingung, tinggal ngintilin aja tuh rombongan wisata, lihat aja di depan ada yang megang bendera, ikutin mereka, mereka pasti ke tempat wisata, Grand Palace tuh udah pasti. Tiket masuknya 500 bath.

Nah, wat Pho tuh hampir deketan sama Grand Palace. Tinggal jalan dikit, ketemu perempatan, belok ke kanan, kamu udah bisa ngelihat ujung-ujung bangunan Wat Pho. Banyak tuk-tuk mangkal. Ada yang jualan topi juga. Bangkok panas bo’. Tiket masuknya 100 bath, dapat kupon yang bisa ditukarkan dengan sebotol kecil air mineral dingin, lumayan kan penghematan. Kamu jelas butuh air, karena Wat Pho itu guedeeeeee... banyak tempat sepinya karena semua orang fokus ke bangunan yang ada sleeping budha-nya sama 4 stufa, yang aku lupa warna-warnanya tuh disebut apa, kemarin sama tour guide di Jim Thompson House tuh disebut-sebut, dan ada banyaaakkkk banget patung budhanya.

 




Jadi kalau pengen foto disini, banyaakkk banget spot fotonya, Cuma ya kudu foto di Sleeping Budha setinggi 16 meter dan panjang 48 meter ini yah, sama di 4 chedi itu. tapi chedi-chedi yang lain bagus kok. Mana enaknya kamu aja.




Rabu, 06 September 2017

Cara ke Chatuchak Weekend Market dari Khaosan Road


Masih ngebahas tentang backpacker-ku ke Thailand. Selamat menikmati

 

HARI KE-3

Rencananya tuh aku mau ke Chatuchak kemudian ke Pattaya, kan sekalian check out karena kamarnya emang Cuma aku booking untuk 2 hari. Jam 9 aku udah siap, nunggu bus menuju Chatuchak Weekend Market, yang katanya pasar paling murah. Bahkan turis-turis tuh sengaja menyempatkan diri di sabtu atau minggu untuk kesini. Pasarnya dibuka mulai jam 9 pagi sampai jam 12 malam. Kamu tahu sunmor ga? Yang di Jogja yang Cuma ada kalau hari minggu pagi, makanya sunmor, singkatan dari Sunday morning, nah...Chatuchack ini 10 kali lipatnya. Guedeeeeeee banget.

Baiklah, mundur ke belakang. Belum mau bahas gimana gedenya pasar itu, tapi caranya kesana dari khaosan road tuh gimana? Aku butuh 1 jam untuk akhirnya naik bus 524. Sebenarnya bisa juga naik bus nomer 3 yang sejak sejam aku nunggu tuh udah lewat berkali-kali, tapi aku memutuskan untuk naik 524, ongkosnya 17 bath. Sebutin aja Chatuchak ke kondekturnya,  dan minta dia untuk ngasih kode kalau udah di Chatuchak. Meski dengan bahasa yang terbatas, yang sepertinya berbeda satu sama lain, tapi kami membahas hal yang sama sampai dia mengangguk dan tersenyum.

Ke Chatuchaknya butuh waktu berapa lama kalau naik bus? 1 jam lebih saudara-saudara. Macet. Bangkok tuh macetnya kayak Surabaya. Walhasil aku nyampe Chatuchak udah jam 10 lewat. Padahal aku harus check out jam 12. Dengan terburu-buru aku mulai masuk dan menyisir pasar chatuchak. Barang yang pertama aku beli adalah scarf silk made in Thailand buat oleh-oleh ibu. Harganya 250 bath. Kalau mau yang lebih haluuuusss lagi ada yang 280 bath, kalau ngambil lebih dari 1 bisa nego kok, pinter-pinternya kita aja.

Abis beli oleh-oleh buat Ibu. Masih banyak list oleh-oleh yang harus ku beli. Sabun, tas, kopi buat adikku, belum buat bapak masih belum nemu mau beli apaan. Dan itu waktunya sempit saudara-saudara. Aku Cuma sempat membeli sabun, dan sebelum pulang membeli ice cream coconut. Jadi ada kelapa yang batoknya keciiiiillll banget, dibeleh jadi 2. Nah satu bagiannya tuh diambilin dagingnya, terus dimasukin es krim di dalam batoknya, terus kita bebas milih topingnya. Aku milih kacang merah, biar seger. Harganya Cuma 50 bath. Tepat jam 11 aku naik bus nomor 3 buat kembali ke Khaosan Road. Dan keajaiban kembali terjadi, aku naik bus yang gratis saudara-saudara, otomatis kondekturnya ga bakalan nanya kalau dimana aku akan turun, dan akhirnya aku di turunkan di Mo Chit. Stasiun MRT. Mampus, kalau aku nekat naik MRT, otomatis aku harus turun di Stasiun Stadium National, ituloh di MBK yang kemarin aku datengin, dari situ kudu naik bus 47 lagi, iya kalau aku ga diturunin di antah barantah, kalau iya? Amannya harus naik tuk-tuk, dan bayar 100bath lagi. Oh tidak. Akhirnya aku memilih nyebrang. Ada tukang ojek disana.

Layaknya tukang ojek umumnya, dia nawarin untuk nganterin, pas aku nyebutin khaosan Road, dia matok harga 200 bath, aku tawar ga mau. Ya udah, aku download aja aplikasi grab, dan tahu berapa ongkosnya? 140 bath naik taksi. Ga pake mikir langsung mesan. Aku lebih milih naik taksi yang adem, ada AC-nya, lebih aman, dengan harga yang jauh lebih murah daripada naik ojek.

Nunggu. Akhirnya taksinya datang, yang lucu adalah, supir taksinya ga terlalu bisa bahasa Inggris, begitupun aku. Hanya atas izin Tuhan yang maha baik di atas sana, sampai dia ngerti kalau aku nunggu di seberangnya Mo Chit, sementara dia nunggu pas di depannya Mo Chit.

Apakah aku nyampe sebelum jam 12 di penginapan? Aku telat 5 menit, dan pengen tiduran. Ya udahlah, aku memilih untuk nginep dua malam lagi di hotel yang sama. Kamu tahu dia minta berapa? 900 bath untuk 2 malam. Astaga. Iya kalau ga pake uang deposit. Wong 500 bath-ku aja udah buat deposit. Maka aku memutuskan untuk ngambil sehari aja. Entar malam aku nyari penginapan yang baru yang lebih murah tapi kamar mandi dalam, pasti ketemu, Khaosan Road berjejeran tempat nginepnya.

Setelah mandi, ngecharger hp, dan cukup istirahat. Aku memutuskan untuk jalan-jalan di sekitaran penginapan. Ada Wat Chana Songkram tepat di depan aku nungguin bus. Ada museum juga, daripada aku bapuk ga tahu ngapain di hotel.




Tempat pertama yang aku datangi Wat Chana Songkram. Gratis masuk sini. Lumayan baguslah dan sedikit sepi, jadi kamu bebas kalau mau foto. Ga lama aku disini, kemudian pindah ke National Museum. Hebatnya aku salah masuk, malah masuk ke Galery Museum, yang kebetulan lagi ada acara, makan-makan gratis. Tapi aku memilih untuk tidak makan, malah beli pepaya seharga 20 bath. Buahnya seger banget. Aku jadi vegetarian nih selama di Thailand. Hemat sih sebenarnya alasannya. Malam entar baru aku nyari makanan yang halalan toyiban sekalian nyari penginapan.


Salah satu patung di depan National Galery

Habis makan pepaya, aku menuju National Museum. Tiketnya 150 bath apa 200 bath gitu, aku lupa. Batas terakhir masuk tuh 15.30 karena museumnya tutup pukul 16.o0. nah aku nyampe sana udah 15.20, kan sayang banget kalau Cuma 40 menit di dalam museum, nanti keburu-buru, belum aku harus nyari spot buat foto. Duh eman-eman duitnya. Akupun memutuskan untuk pulang ke penginapan, buat sholat.




Setelah sholat isya, akupun bersiap untuk nyari makan malam. Aku belum ketemu nasi hari ini, dan sebagai orang indonesia yang baik, disebut makan itu kalau udah ketemu nasi. Otomatis kalau mau makan nasi, aku harus nyari yang halal, Mango Sticky Rice ga akan membantu hari ini.

Setelah googling, ketemu Mataba restoran yang ngejual makanan halal, bersiaplah aku jalan kaki, ngikutin google maps. Lumayan juga jaraknya, sekitar 30 menitan aku jalan dari penginapan. Jadi nama restorannya tuh Karim Mataba ya, ada gambar kakek-kakeknya pake baju putih yang langsung mengingatkanku ke Mahatma Gandhi. Tempatnya 2 lantai, dan selalu rame. Yang makan disitu kayaknya bukan Cuma warga muslim aja.

 


Aku memesan nasi, kari ayam dan cola. Kalau pesan mataba a.k.a martabak telur tuh mana aku kenyang. Mungkin bisa buat nenangin cacing di perut, berapa menit, abis itu berontak lagi, jadi aku milih makan nasi. Harganya 86 bath. Nasi putihnya 17 bath, karinya 50 bath, colanya 19 bath. Kalau aku nyaranin kalau mau makan disini, beli air mineral di sevel dulu deh, Cuma 7 bath, disini harganya 17 bath. Waktu itu aku ga bawa air, daripada beli air mineral 17 bath, mending beli cola yang 19 bath kan?

Abis makan agak gerimis, aku buru-buru balik ke khaosan road. Aku masih mau nyari tempat nginep yang baru. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Rainbow Guest House. Yang punya orang India kayaknya. Seragamnya merah-merah dan mereka ramah-ramah. Harganya 250 bath/ malam. Single bad, kamar mandi dalam, fan, ga ada tv, aku ga nanya ada wifi-nya atau ga, karena aku kan pake kartu thailand jadi ga gitu masalah, tapi nyaman kok, dan paling penting ada sarapannya.

Beres soal penginapan dan udah kenyang, aku kembali ke penginapanku untuk tidur. Besok harus menyiapkan tenaga untuk jalan-jalan sebelum jam 12 buat pindah penginapan.