Maaf baru bisa nulis lagi. Ngerti kan kalau aku
sibuk mantemen. Sibuk apa? SIBUK MERENCANAKAN LIBURAN!!! PUAS???!
Haha... merencanakan liburan itu mulai ku
pertimbangkan untuk dijadikan hobby baru, karena itu menyenangkan.
Jadi kali ini aku mau melanjutkan cerita solo
backpackerku ke Babel. Dan postingan ini mau mengupas lebih tajam tentang hari
ke 2 liburanku, di bangka, lebih tepatnya di daerah Sungailiat.
Yang udah baca postingan aku sebelumnya kan udah
tahu kalau aku bakalan dapat guide gratis dari penginapan, karena anaknya yang
nawarin diri sendiri. Jadi dengan energi berlebihan karena liburan dan pikiran
kalau tidak perlu menggunakan GPS sama sekali hari ini, bangun pagilah aku. Jam
7 udah selesai mandi. Tepat saat pintu kamarku diketuk dari luar sambil Yudo
manggil-manggil “Fitriii...Sarapan...Fitri...Sarapan” sementara dengan suara
rada maksimal lagunya ayu ting-ting mengalun. Yudo fansnya ayu ting-ting btw.
Ngeliat aku yang udah keburu siap, Yudo pun
langsung siap-siap. Padahal kan kita janjiannya jam 8 lebih baru berangkat,
wong kata dia Sungailiat tuh setengah jam doang. Iyalah setengah jam kata warga
sekitar, sejam lebih kata aku dengan bantuan GPS. Sarapannya teh dan 2 potong
kue. Lumayanlah dua-duanya enak.
Aku masih berusaha menghabiskan tehku ketika
Yudo bolak balik ngetok kamarku katanya mau berangkat, ah elah sarapan aja
belum, padahal aku pengen bubur ayam yang depan penginapan, tapi karena aku
takut Yudo-nya berubah pikiran, aku batalkan makan bubur ayamnya. Dan
berangkatlah kami berdua dengan tatapan dari mbak-mbak penjaga penginapan shift
pagi. Heran kali lihat Yudo ngebonceng aku.
Jalannya masih sama kayak yang aku lewatin
kemarin tapi di pertigaan Yudo belok kanan, sementara kemarin aku lurus aja.
Belum sempat aku nanya, Yudo udah ngomong aja “Lewat Lintas Timur aja” lebih
cepat. Dan jalanannya? Lebar dan lenggang saudara-saudara. Beda sama jalanan
kemarin yang aku lewatin.
Untuk ukuran jalanan yang lenggang dan lebar tuh
rata-rata cowok pasti ngebut, tapi Yudo santai banget bawa motornya. Pas aku
tanyain, dia jawabnya gini “Kalau aku ngebut, entar kamu yang kaku” Eaaa...atur
aja bang. Aku duduk manis aja di boncengan.
Tak lama berselang kami udah ketemu pantai.
Namanya pantai air anyir tapi tidak kami datangi katanya pantainya ga terlalu
bagus, jadi dia ngajakin ke pantai yang bagus aja. Ya udah, aku mah ikut apa
kata guide aja. Hehe. Satu pantai lagi, pantai pakan dan kami lewati lagi. Sampai
aku ngeliat bangunan besar di puncak, yang adalah... Klenteng Saolin. Ini kan
udah aku datengin kemarin. Jadi tujuan pertama kami adalah pantai Tikus, yang
notabene-nya udah aku datengin kemarin, tapi aku sih ga protes, toh kemarin
selfi, kali ini ada yang fotoin.
Parkir motor, turun, lepas helm dan tiba-tiba
ada topi di kepalaku.
“Pake. Panas” ujar Yudo singkat.
Ya aku manut-manut aja. Panas beneran soalnya.
Hehe.
Jadi tugas Yudo hari ini selain jadi ojek,
guide, dia juga jadi tukang foto. Ku suruh aja dia foto-fotoin aku. Haha.
Abis dari pantai tikus, aku ke teluk uber.
Pantainya sepi sama kayak pantai tikus, ga ada orang. Tapi banyak perahu
disini. Aku Cuma foto-foto pemandangannya karena selain panas, Yudo ga mau
turun, jadi aku ga ada yang fotoin. Dan aku lagi malas selfie.
Pantai Teluk Uber |
Selanjutnya
ke pantai Rambak. Pantai ini keren, dan kata Yudo pantai ini emang favorit,
sering diadain acara disini, minggu kemarin sebelum aku kesana ada acara apa
gitu aku ga gitu ngedengerin karena udah keburu terpesona sama hamparan laut
dan batu-batu super gede-nya. Disini kami lumayan lama, ngaso dan banyak
ngobrol, sebelum Yudo dengan iseng, minta aku GPS-in ke pantai Parai tuh berapa
lama.
Pantai rambak |
Oh iya, disini ada tiket masuknya, Rp 3.000,-
per orang, tapi entah kenapa aku sama Yudo Cuma bayar Rp 5.000,- aja. Tapi
lagi-lagi disini pantainya sepi. Mungkin karena aku perginya bukan weekend dan
bukan musim liburan.
versi GPS sih dari pantai rambak ke pantai parai
tuh sejam. versi Yudo? 34 menit, itupun udah masuk hitungan waktu pas mampir
beli minuman dingin, muter karena jalan yg biasa dilewatin Yudo lagi
diperbaiki.
Pantai Parai itu EKSLUSIF. Ini kayak pantai pribadi dengan pintu masuk ke hotel bukan ke pantainya. Beda sama 3 pantai sebelumnya yang aku datengin. Disini banyak cottage-nya, berasa orang kaya tiba-tiba aku di pantai ini. Pantai parai itu hampir sama kayak pantai rambak, banyak batu-nya. Bedanya pantai rambak ga ada jembatan sampai ke tengah lautnya. Dan btw, karena panas dan bakal ngeliat warna yang sama lagi air lautnya aku ga repot-repot jalan sampe ke ujung jembatannya. Dan selain panas, aku juga lapar. Aku pengen makan di caffee yang deket patung garuda supeeeerrrr gede di pantai ini, tapi Yudo ga mau. Lah masa iya aku makan, dia enggak. Terpaksa nahan lapar deh, karena kami harus ke pantai terakhir. Pantai Pasir padi.
Pantai Parai tenggiri |
Dari pantai Parai ke pantai Pasir padi lumayan
jauh jaraknya, kami malah ngelewatin penginapan segala untuk ke pantai pasir
padi. Kalau dari penginapan sih lebih deket pantai pasir padi emang, tapi kata
Yudo sekalian aja, biar sore aku Cuma ke museum aja. Ya udah, aku ngikutin apa
kata guide aja.
Belum ada tanda-tanda pantai, tiba-tiba motor
belok masuk ke arah BBG. Bangka Botani Garden. Tempat ini sih ga masuk
itternity tujuanku, tapi ga apa-apalah bonus, wong tempatnya adem kok. Gimana
ga adem, banyak pohon pinusnya. Saking tenangnya sampe ada yang syuting acara
religi gitu disini, dakwah-dakwah gitu. Disini muter-muter pake motor atau
motor aja, kalau jalan capek pasti dan sepatumu bakal kotor, ga diaspal
jalannya, merah-merah kayak tanah liat gitu.
Dan akhirnya, sampailah di pantai terakhir.
Pantai Pasir Padi. Biaya masuknya Rp2000,- per motor, ga tahu kalau pake mobil
berapa. Pantai Pasir padi adalah pantai teramai yang aku datengin hari ini,
meski ketemu orangnya ga lebih dari 20 sih, tapi dari tadi aku kan ke pantai
yang isinya aku sama Yoda doang, jadi ya ini paling rame.
Airnya lagi surut, dan warga sekitar ngambil-ngambil apa gitu di pasir. Aku tak terlalu memperhatikan. Panas dan Lapar mengganggu konsentrasiku. Dan lagipula di tengah laut sana ada kapal yang menarik perhatianku, kata Yudo itu kapal isap, yang ngambil-ngambilin belerang dari dalam laut gitu katanya.
Pantai Pasir padi |
Setelah
puas, atau bisa dibilang ketika laparku sudah tidak bisa ditahan lagi. Pulanglah
aku ke penginapan dengan menu makan tujuan ‘lempah kuning’ di Rumah makan
padang tepat sebelah penginapan. Lempah kuningnya enak, harganya Rp 15.000,-.
Menurut aku lumayanlah, toh nasi sama ikannya suka-suka ngambilnya. Rumah makan
padang ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar