iklan

Selasa, 24 Mei 2016

Pantai di Sungailiat dan Cowok Bangka. Duet maut



Maaf baru bisa nulis lagi. Ngerti kan kalau aku sibuk mantemen. Sibuk apa? SIBUK MERENCANAKAN LIBURAN!!! PUAS???!

Haha... merencanakan liburan itu mulai ku pertimbangkan untuk dijadikan hobby baru, karena itu menyenangkan.

Jadi kali ini aku mau melanjutkan cerita solo backpackerku ke Babel. Dan postingan ini mau mengupas lebih tajam tentang hari ke 2 liburanku, di bangka, lebih tepatnya di daerah Sungailiat.

Yang udah baca postingan aku sebelumnya kan udah tahu kalau aku bakalan dapat guide gratis dari penginapan, karena anaknya yang nawarin diri sendiri. Jadi dengan energi berlebihan karena liburan dan pikiran kalau tidak perlu menggunakan GPS sama sekali hari ini, bangun pagilah aku. Jam 7 udah selesai mandi. Tepat saat pintu kamarku diketuk dari luar sambil Yudo manggil-manggil “Fitriii...Sarapan...Fitri...Sarapan” sementara dengan suara rada maksimal lagunya ayu ting-ting mengalun. Yudo fansnya ayu ting-ting btw.

Ngeliat aku yang udah keburu siap, Yudo pun langsung siap-siap. Padahal kan kita janjiannya jam 8 lebih baru berangkat, wong kata dia Sungailiat tuh setengah jam doang. Iyalah setengah jam kata warga sekitar, sejam lebih kata aku dengan bantuan GPS. Sarapannya teh dan 2 potong kue. Lumayanlah dua-duanya enak.

Aku masih berusaha menghabiskan tehku ketika Yudo bolak balik ngetok kamarku katanya mau berangkat, ah elah sarapan aja belum, padahal aku pengen bubur ayam yang depan penginapan, tapi karena aku takut Yudo-nya berubah pikiran, aku batalkan makan bubur ayamnya. Dan berangkatlah kami berdua dengan tatapan dari mbak-mbak penjaga penginapan shift pagi. Heran kali lihat Yudo ngebonceng aku.

Jalannya masih sama kayak yang aku lewatin kemarin tapi di pertigaan Yudo belok kanan, sementara kemarin aku lurus aja. Belum sempat aku nanya, Yudo udah ngomong aja “Lewat Lintas Timur aja” lebih cepat. Dan jalanannya? Lebar dan lenggang saudara-saudara. Beda sama jalanan kemarin yang aku lewatin.

Untuk ukuran jalanan yang lenggang dan lebar tuh rata-rata cowok pasti ngebut, tapi Yudo santai banget bawa motornya. Pas aku tanyain, dia jawabnya gini “Kalau aku ngebut, entar kamu yang kaku” Eaaa...atur aja bang. Aku duduk manis aja di boncengan.

Tak lama berselang kami udah ketemu pantai. Namanya pantai air anyir tapi tidak kami datangi katanya pantainya ga terlalu bagus, jadi dia ngajakin ke pantai yang bagus aja. Ya udah, aku mah ikut apa kata guide aja. Hehe. Satu pantai lagi, pantai pakan dan kami lewati lagi. Sampai aku ngeliat bangunan besar di puncak, yang adalah... Klenteng Saolin. Ini kan udah aku datengin kemarin. Jadi tujuan pertama kami adalah pantai Tikus, yang notabene-nya udah aku datengin kemarin, tapi aku sih ga protes, toh kemarin selfi, kali ini ada yang fotoin.

Parkir motor, turun, lepas helm dan tiba-tiba ada topi di kepalaku.

“Pake. Panas” ujar Yudo singkat.

Ya aku manut-manut aja. Panas beneran soalnya. Hehe.

Jadi tugas Yudo hari ini selain jadi ojek, guide, dia juga jadi tukang foto. Ku suruh aja dia foto-fotoin aku. Haha.

Abis dari pantai tikus, aku ke teluk uber. Pantainya sepi sama kayak pantai tikus, ga ada orang. Tapi banyak perahu disini. Aku Cuma foto-foto pemandangannya karena selain panas, Yudo ga mau turun, jadi aku ga ada yang fotoin. Dan aku lagi malas selfie.


Pantai Teluk Uber

Selanjutnya ke pantai Rambak. Pantai ini keren, dan kata Yudo pantai ini emang favorit, sering diadain acara disini, minggu kemarin sebelum aku kesana ada acara apa gitu aku ga gitu ngedengerin karena udah keburu terpesona sama hamparan laut dan batu-batu super gede-nya. Disini kami lumayan lama, ngaso dan banyak ngobrol, sebelum Yudo dengan iseng, minta aku GPS-in ke pantai Parai tuh berapa lama.

Pantai rambak

Oh iya, disini ada tiket masuknya, Rp 3.000,- per orang, tapi entah kenapa aku sama Yudo Cuma bayar Rp 5.000,- aja. Tapi lagi-lagi disini pantainya sepi. Mungkin karena aku perginya bukan weekend dan bukan musim liburan.

versi GPS sih dari pantai rambak ke pantai parai tuh sejam. versi Yudo? 34 menit, itupun udah masuk hitungan waktu pas mampir beli minuman dingin, muter karena jalan yg biasa dilewatin Yudo lagi diperbaiki.

Pantai Parai itu EKSLUSIF. Ini kayak pantai pribadi dengan pintu masuk ke hotel bukan ke pantainya. Beda sama 3 pantai sebelumnya yang aku datengin. Disini banyak cottage-nya, berasa orang kaya tiba-tiba aku di pantai ini. Pantai parai itu hampir sama kayak pantai rambak, banyak batu-nya. Bedanya pantai rambak ga ada jembatan sampai ke tengah lautnya. Dan btw, karena panas dan bakal ngeliat warna yang sama lagi air lautnya aku ga repot-repot jalan sampe ke ujung jembatannya. Dan selain panas, aku juga lapar. Aku pengen makan di caffee yang deket patung garuda supeeeerrrr gede di pantai ini, tapi Yudo ga mau. Lah masa iya aku makan, dia enggak. Terpaksa nahan lapar deh, karena kami harus ke pantai terakhir. Pantai Pasir padi.

Pantai Parai tenggiri

Dari pantai Parai ke pantai Pasir padi lumayan jauh jaraknya, kami malah ngelewatin penginapan segala untuk ke pantai pasir padi. Kalau dari penginapan sih lebih deket pantai pasir padi emang, tapi kata Yudo sekalian aja, biar sore aku Cuma ke museum aja. Ya udah, aku ngikutin apa kata guide aja.

Belum ada tanda-tanda pantai, tiba-tiba motor belok masuk ke arah BBG. Bangka Botani Garden. Tempat ini sih ga masuk itternity tujuanku, tapi ga apa-apalah bonus, wong tempatnya adem kok. Gimana ga adem, banyak pohon pinusnya. Saking tenangnya sampe ada yang syuting acara religi gitu disini, dakwah-dakwah gitu. Disini muter-muter pake motor atau motor aja, kalau jalan capek pasti dan sepatumu bakal kotor, ga diaspal jalannya, merah-merah kayak tanah liat gitu.



Dan akhirnya, sampailah di pantai terakhir. Pantai Pasir Padi. Biaya masuknya Rp2000,- per motor, ga tahu kalau pake mobil berapa. Pantai Pasir padi adalah pantai teramai yang aku datengin hari ini, meski ketemu orangnya ga lebih dari 20 sih, tapi dari tadi aku kan ke pantai yang isinya aku sama Yoda doang, jadi ya ini paling rame.

Airnya lagi surut, dan warga sekitar ngambil-ngambil apa gitu di pasir. Aku tak terlalu memperhatikan. Panas dan Lapar mengganggu konsentrasiku. Dan lagipula di tengah laut sana ada kapal yang menarik perhatianku, kata Yudo itu kapal isap, yang ngambil-ngambilin belerang dari dalam laut gitu katanya.

Pantai Pasir padi

Setelah puas, atau bisa dibilang ketika laparku sudah tidak bisa ditahan lagi. Pulanglah aku ke penginapan dengan menu makan tujuan ‘lempah kuning’ di Rumah makan padang tepat sebelah penginapan. Lempah kuningnya enak, harganya Rp 15.000,-. Menurut aku lumayanlah, toh nasi sama ikannya suka-suka ngambilnya. Rumah makan padang ini.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar