iklan

Rabu, 26 Juni 2019

Tak ada wisata kuliner di Toraja



Judulnya click bait ye..

Hehe..

Tapi tenang, ini ga ada penggiringan opini apa-apa kok, tapi beneran, aku dan Ririn ketika ke Toraja sama sekali tidak wisata kulineran.

Pada dasarnya travelling itu sepaket dengan wisata kuliner. Tentu merupakan suatu hal yang lumrah ketika kita jalan-jalan ke suatu daerah kemudian memilih makan makanan khas-nya, meski sekarang sudah banyak tempat makanan khas suatu daerah yang ada teramat jauh dari tempatnya berasal. Tapi semacam suatu keharusan untuk makan makanan khasnya di daerah tersebut.

Mari kita sebut saja, ada Gudeg di Jogja. Ada Coto Makassar di Makassar, ada milu siram/binte biluhuta di Gorontalo, mie koba di Bangka, di Malaysia ada teh Tarik, di Aceh ada mie aceh, dan masih banyak lagi. Tapi pernahkah kamu jauh-jauh datang ke suatu daerah dan sama sekali tidak mencoba kulineran? Aku pernah. Itu pengalaman pertama dan semoga itu yang terakhir, Eh, apa yang kedua ya? Pas di Thailand juga aku ga makan makanan khasnya, minumannya aja, Thai tea. Tapi di Toraja, sama sekali tidak ada yang aku cobain, entah makanan atau minumannya.

Kalau kamu bertanya-tanya kenapa, akupun selama di Toraja mempertanyakan kenapa aku malah makan nasi campur, soto, nasi goreng bahkan burger, yang ada di semua daerah. Banyak banget malah. Hal ini dikarenakan, makanan khasnya disana berbahan dasar yang tidak bisa aku makan. Padahal ada banyak makanan khasnya. Tapi aku benar-benar tidak bisa memakannya, karena bahan utama makanan khas tersebut tidak diizinkan dimakan dalam agamaku.

Sempat bertanya ke bapak-bapak bertampang arab yang ketemu di Londa, makanan khas Toraja itu apa. Dia berfikir panjang, menggeleng kemudian ingat kalau ada satu yang masih bisa kami makan. Ada kue khas Toraja, ada toko oleh-olehnya di perbatasan Rantepao dan Makale, di pasar Rantepao juga banyak. Tapi ketika melihatnya secara langsung, aku tidak begitu suka. Jadi aku tidak beli sama sekali. Hehe.

Dan kalau ditanyain apakah susah menemukan makanan halal di Toraja, aku bisa bilang sama sekali tidak. Yang jual kue basah di pasar buat sarapan aja jilbaban kok. Kalau punya kesempatan lagi ke Toraja, aku tidak bakalan nolak. Toraja itu terlalu unik untuk didatangi sekali, harus berkali-kali.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar