iklan

Rabu, 09 Oktober 2024

Backpacker ke Banda Neira #2


Hari yang cerah di Banda Neira.

Pagi-pagi sekali aku dan Ririn sudah bangun, siap-siap. Sarapan yang disiapkan oleh penginapan. Nah pas kami sarapan, ketemu si rombongan 10 ini. Kapal mereka parkir di depan penginapan. Jadi kami lihatin mereka pada naik kapal.

Jam 9 teng mereka udah berangkat. Kami masih nungguin Adi dan Yasir dulu. Kalau ga salah, jam 10-an Adi baru datang menjemput kami berdua, yang sudah siap sekali untuk hari ini. Kami mau hopping Island, tapi bawa jaket segala. Gegara buat nutupin kepala. Perahunya kan ga ada atapnya. Mana kemungkinan hujan juga karena agak mendung. Kalaupun tidak hujan, setidaknya buat menghalau panas dikit.

Boncenganlah bertiga lagi kami menuju rumah Pamannya Adi. Pamannya yang punya perahu, dan beliau yang bakalan bawa perahu-nya. Yassir ga jadi bawa kapal, gegara kapal sepupunya kenapa gitu, aku lupa detailnya. Maka hilanglah kesempatan kami mengelilingi gunung Api. Jadi tujuannya hari ini hanya ke Pulau Pisang dan Pulau Karaka.

Abis kami dianterin ke rumah pamannya Adi, Adi ngejemput Yassir. Pas Yassir udah ada, berangkatlah kami berlima. Perahunya ternyata dipasangin terpal semalam. Emang juara Adi dan Yassir ini. Jaket yang sudah kami bawa akhirnya disimpan dalam tas, ga bakalan kepake juga.

Perjalanan dari Pulau Neira ke Pulau Pisang a.k.a Pulau Syahrir ini ga gitu lama, ga ada setengah jam. Tapi ya ombaknya cuy. Lumayan juga.Tapi tenang, ga bikin aku jackpot kayak kemarin, goyang dikit aja, tapi aman.

Pas kami mau masuk pulau pisangnya, si rombongan 10 orang dan guide ini baru aja siap-siap pergi. Syukurlah.

Disini bayar retribusi masuk ya. Pertama buat Pulau Syahrir-nya kalau kamu Cuma pengen mandi-mandi cantik di pasir putih situ, dan bayar retribusi lagi kalau naik ke tanjung seram. Tenang retribusinya Cuma Rp 5.000,- per orang kok. Ga mahal.

Ini jalan naik ke tanjung seram itu agak lumayan ya. Bukan karena jauh, lebih ke soal jalannya. Lumayan nanjak. Pas kami datang, tanjung seram-nya beneran lagi kosong banget. Ada sih penduduk sekitarnya aja. Mereka kebetulan lagi panen cengkih. Buat orang luar itu pemandangan yang unik. Buat aku dan Ririn, itu pengalaman biasa. Tempat kami juga sedang musim cengkih. Jadi ngelihat yang gitu, udah biasa.

Lanjut ke tanjung seram. Duduk sambil ngobrol, ada kali setengah jam kami ngobrola aja menghadap laut terus mikir, loh ini kita ke tanjung seram ini Cuma untuk ngobrol kah, ga foto-foto apa. Akhirnya Yassir mengeluarkan kemampuan fotonya. Emang juara guide kami kali ini. Udah pengetahuan soal banda-nya mumpuni, jago foto juga.

Dia menyarankan sebaiknya kalau hopping island gini, sebaiknya pakai putih. Biar foto-fotonya lebih bagus. Lah aku pake hijau, ririn pake pink. Ga diinfoin sih.



Pada akhirnya kami bukan kayak 2 orang wisatawan, 1 warga lokal, dan 1 guide. Lebih kek 4 orang yang emang lagi menikmati tempat kosong ini. Segala bikin video ala-ala lagi ngobrol, padahal ngobrolnya udah tadi tapi ga direkam aja.

Setelah masing-masing kami dapat foto bagus. Pindahlah ke karaka. Ini juga jaraknya dekat. Ini pulaunya ga berpenghuni. Disini kami mengulang kejadian di pulau pisang. Duduk, duduk, ngobrol ngalor ngidul, terus mikir, ayolah foto sebelum pulang.




Ah, tunggu..aku melewatkan beberapa hal penting. Di Pulau Syahrir a.k.a pulau pisang itu, kamu akan melewati sekolah kecil. Kelasnya Cuma ada 2. Papan tulisnya dibagi 3, karena untuk tiga kelas. Muridnya dikiiiiitttt. Pas kami lewat emang lagi jam sekolah kan, tapi sungkan untuk bertanya foto. Pas balik sekolahnya dah selesai. Kasian. Kebanyakan ngobrol dan foto sih.



Oke selanjutnya Pulau Karaka. Pulau ini disebut Yassir sebagai pulaunya Tn. Krab. Pulau Kepiting. Karena Yassir ini guide handal, dia bilang beberapa waktu yang lalu ada para peneliti dari UI yang bilang kalau pulau karaka nih udah ada dari jaman batu. Mari kita percayai saja info itu.

Di depan Pulau Karaka ini, ada pulau lagi. Pulau gunung api kayaknya, aku lupa nanya ke Adi dan Yassir, tapi yang pasti didepan itulah lafa flow, tempat kapalnya si rombongan 10 cowok itu berada. Kami tidak akan kesana. Karena memang tidak direncakanan.





Beres foto-foto, kami memutuskan untuk balik. Minta diantarkan ke Cafe Terapung. Ini usul Yassir sih, karena menurut dia dabu-dabunya tuh mantap. Saran warga lokal harus diikutin kan.

Ini kayaknya cafe yang cuma warga lokal yang tahu. Tempatnya dah di lorong-lorong gitu. Jadi konsepnya kita milih ikan gitu, pilih aja dibakar atau dibikin kuah. Khas rumah makan pinggir laut pada umumnya ya. Ini lumayannnnnnnnnnnnnnn lama banget nunggunya, belakangan kami baru tahu kalau mau makan disini, sebaiknya kabarin sejam sebelum datang biar ga nunggu lama. Ah, miss informasi kami kali ini.

Kami memilih menu ikan bakar dengan dabu-dabu colo-colo. Anw, worth it sih nungguin lama. Menunya banyak banget yang keluar. Ikan bakar, terong balado,sayur, dabu-dabu colo. Dan harganya murah pula. Aku ga tahu ya ini karena emang Adi dan Yassir tuh temenan sama yang punya, apa gimana. Tapi dibandingkan menu ayam bakar bumbu Rp50.000,- ku semalam, ini berkali-kali lipat lebih worth it.


Abis makan, kami jalan kaki melewati rumah-rumah warga lagi kembali ke rumah pamannya Adi. Kami sempat lewat lapangan yang anak-anaknya lagi main sepak bola dengan pemandangan Gunung Api. Cantik sekali.


 Karena kami masuk-masuk sampe ke dalam perkampungan, kami sadar kalau rumah-rumah disini tuh minimalis-minimalis dan kayaknya rumah yang udah lama banget berdirinya. Kalian harus coba keliling pulau ini kalau datang ke Banda Neira juga.

Aku dan Ririn sampe bertanya-tanya, ini orang-orang sini stresnya karena apa ya. Hidup mereka kek adem ayem tentram gini.

Pas nyampe rumahnya Paman Adi, mereka berdua pergi boncengan, naik motor buat ngambil 1 motor lagi. Kami mau ke Pantai Pasir Putih. Ini pantainya masih sepulau sama Neira ya, tapi naik-naik ke atas gitu. Ngelewatin bandara. Rencananya mau nyari sunset.

Tapi apa daya, emang perjalanan kali ini tanpa sunset. Kehalang dong. Kami akhirnya nongkrong di Cafe pas di Pantainya, menikmati sore sambil makan dan main domino. Melokal sekali yah emang.



Udah mau magrib kami balik, sempat singgah sebentar di depan bandara. Bandaranya unik banget, landasannya kecil, ngadap Gunung Api. Pas kami pergi, pagarnya ditutup, pas kami balik pagarnya dibuka. Dan ada beberapa orang jaga disitu.

Adi sempat izin nanya boleh ga foto disitu, tapi sama mereka ga dibolehin, ada tamu katanya yang bakalan datang. Padahal kan foto tuh ga ada kali 5 menit, tamunya juga belum kelihatan. Tapi ya sudahlah ya.

Ah kelewat lagi.. Pas kami lewat naik motor mau ke pantai, Ririn lihat 3 orang dari rombongan 10 cowok itu lagi duduk-duduk di taman. Kayaknya tour mereka juga udah selesai. Kirain bakalan sampe sunset di Karaka. Ternyata juga udah beres cepat.

Lanjuttt ya.. Turun kami, ngelewatin taman nih kan, nah di taman itu rombongan cowok2 itu lagi ada disitu. Tapi aku ga gitu merhatiin mereka lengkap atau ga. Tujuan kami adalah ke Cilu Bintang.



Cilu bintang ini penginapan, cafe juga tempat oleh-oleh. Banyak banget barang antiknya, kami sampai ngeri kalau nyenggol dan barangnya rusak. Satu-satunya yang murah disitu hanyalah post card. Rp 20.000,-. Bisa bayar pake QRIS. Dan pemiliknya yang ramah. Sempat cerita kalau dia pernah ke Sulawesi juga.

Ini 2 orang lokal yang bareng kami, ya siapa lagi kalau bukan Adi dan Yassir, mereka yang terlihat semangat ngelihatin barang-barang antik disitu. Curiga aku mereka nih jarang masuk kesini. Tapi mereka bilang mereka sering kok kesini. Ya mari kita percayai dua warga lokal ini.

Setelah dari Cilu bintang. Mereka berdua nganterin kami pulang. Kegiatan hari ini sudah selesai. Kami udah ke semua tempat di Banda Neira. Sampai masuk-masuk ke perkampungannya. Sejujurnya kami bingung. Besok apa kegiatannya selain nyari oleh-oleh. Kapalnya dari Banda ke Ambon, baru besok malam. Siangnya kami ngisi waktu gimana?

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar