Udah baca yang Ngungsi
ke Bandung #1 sama #2 kan? Kalau belum, tolong tinggalkan post yang ini dan
kembali ke post-post sebelumnya. SEKARANG. Hehe, becanda ding. Silahkan
dilanjutkan, aku tahu kalau kalian sedang sibuk, punya waktu sedikit dan malas
mendengarkan aku ngomong tentang jalan-jalanku yang tidak penting. Maafkan
aku J
Baiklah... silahkan
ambil cemilan, dengerin lagunya Set Fire To the Rain punya Adele, dan kamu
bakalan ngerasain rasanya di Bandung pake angkot dari Masjid Raya Bandung ke
Dago. Oke, maaf, itu post di Ngungsi ke Bandung #2. Tapi beneran kamu ga
dilarang untuk muter lagu itu kok, lagu lain juga bisa. Oasis – Don’t look back
in anger bisa juga, atau It will Rain punya Bruno Mars. Oke, itu yang aku
dengerin pas nulis ini, karena diluar sedang hujan. Deras.
Okeh okeh aku tahu aku
menyimpang. Baiklah, siap kan denger cerita hari ke tiga kami (baca: aku,
Githa, Tri dan Mutu) di Bandung. Sabtu tanggal 15 Februari 2014. Debu dari
merapi udah ga berasa di Bandung, jadi kami tidak perlu memakai masker lagi.
Inget, apa yang harus kami lakukan hari ini kan? Itu kalo kamu baca yang past
2, kalo ga, baiklah aku jelasin lagi. Kami mau ke tangkuban perahu dan kebun
teh hari ini, pake motor, selain karena alasan ini weekend dan jalanan bakalan
lebih macet daripada kemarin, alasan utamanya kami memilih motor karena kami
tidak mampu menyewa mobil. Kami gembel yang jalan-jalan, masuk mall aja ga
berani takut duitnya habis buat belanja.
Setelah semuanya siap,
kami pergi dengan 3 motor dan 6 personil. Aku, boncengan sama githa. Tri sama
Mutu, dan Beny sama temennya yang aku lupa nanya namanya siapa. FYI, Beni ga
bisa naik motor. Dan temennya bersedia nganterin dan jadi tour guide kami hari
ini. Orang timor Leste juga.
Mulailah kami
kejar-kejaran di jalanan menuju lembang. Harus sedikit berhenti, karena motor
yang dkendarai Tri, tidak terlalu mendukung, sementara temennya Beni bawa
motornya lumayan cepet. Tapi dengan susah payah kami sampai juga di depan
gerbang menuju Tangkuban Perahu. Sejuk. Sepanjang Lembang juga udah kerasa hawa
sejuknya, untung aku pake syal. Kami sempat bingung apa yang harus dilakukan
terlebih dahulu, foto-foto di kebun teh yang deket banget sama gerbang
tangkuban perahu, atau melanjutkan perjalanan ke tangkuban perahu, toh udah
nyampe gerbangnya. Setelah berunding, berdiskusi, bertapa, mencari petunjuk
akhirnya diputuskan untuk ke tangkuban perahu dulu, baliknya baru foto di kebun
teh, toh kebun tehnya ga bakalan lari.
Tiket masuk ke Tangkuban perahu itu Rp 17.000 dengan tambahan biaya parkir Rp 5.000. Setelah gerbang dan membayar tiket masuk, kami harus naik motor lagi sampai ke tangkuban perahunya, dan ini ga deket. Lumayan jauh, tapi ga apa-apa. Finally, kami nyampe ke Tangkuban perahu. Setelah memastikan kalau motor rentalannya aman terparkir, kami siap menjelajah tangkuban perahu.
itu cowoknya abaikan, ga kenal! |
Sejuk. Rame. Itu kesan pertama.
Dan belum sampai
foto-foto, kami udah tergoda untuk beli buah blackberry dan strowbery yang
manisssss banget. Belakangan aku baru tahu, kalau strowberrynya ga manis alami,
dipakein pemanis gitu. Sekotaknya Rp 25.000. Lumayan murah mengingat strowberrynya
ukurannya gede. Strowberry memang selalu jadi produk andalan di daerah sejuk
seperti tangkuban perahu gini, di tawamangu juga. Bromo mungkin yang tidak ku
lihat pedagang strowberrynya.
Ada yang menarik perhatianku selain kawahnya yang ngeluarin asap. Gedenya tempat ini, dan rombongan turis dari korea. Langsung meleng aku pas denger mereka ngomong. Ga ngerti sih, tapi sering denger kalau nonton korea. Ada sepasang suami istri dan anak kecilnya yang lucu,serta seorang nenek yang masih muda. Saking terlihat mudanya, dia foto dengan gaya dua jari (okeh, ini bukan kampanye), peace gitulah.
Keluarga korea |
Selanjutnya kami memutuskan keliling tangkuban perahu, dan belanja. Murah banget barangnya, dan kalau kamu pinter serta gigih nawar, kamu bisa dapet barang bagus dengan harga murah. Selain belanja, kami menikmati bandrek di depan kawah ratu. Ajib ga? Minum yang anget-anget dengan gelas dari bambu, nikmati pemandangan sekelas kawah ratu.
Pemandangannya kayak gini, terus ditemani bandrek. Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang kamu dustakan? |
Mungkin kami datang sudah terlalu sore, karena di
kawah ratu ini tidak terlalu ramai, tapi kami juga beruntung dengan keadaan
ini, kami bisa menikmati indahnya kawah ratu sepuas-puasnya sampai ada
rombongan anak SMP yang menghalangi pandangan kami. Karena udah puas, atau
lebih tepatnya udah kehalang sama anak-anak SMP yang baru nyampe itu, akhirnya
kami memutuskan untuk pulang karena kami harus berfoto di kebun teh.
Kebun teh itu... hmm,
apa ya ngejelasinnya. Ya gitu, kebun teh. Biasa aja kalau liat deket, tapi
kalau dari jauh bagus banget. Apalagi di foto. Asli, mantep banget. Setelah selesai
foto, kami balik kembali ke kotanya. Mengarungi kemacetan Bandung, dan kami
bersyukur pakai motor, sehingga bisa nyelip sana nyelip sini. Ku pikir kami
bakalan kembali langsung ke kontrakan ketika temennya Beni berhenti di satu
tempat makan, dan kami makan disitu. Nasi uduk+ nasi ayam, yang rasa dan
harganya kami banget, mungkin karena yang jualan adalah orang jogja. Syukurlah.
Selesai makan, kami akhirnya ke Monumen yang kemarin kami datangi tapi sudah tutup. Cuma jalan aja, karena kami memang udah ada di kompleks monumen itu. Mungkin karena ini malam minggu, dan tempatnya lumayan sepi dan gelap, banyak yang pacaran disini. Kami sekedar foto-foto dan melihat lantai monumen yang tertutup Debu Merapi kemarin. Lumayan tebel, apa kabar Jogja dengan kepulangan kami besok ya. Debu pasti yang bakalan nyambut kami.
Sisa abu-nya kelihatan banget ya |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar