iklan

Senin, 23 April 2018

Menyebrang ke Sabang



Masih di hari ke-2. Siang kami segera menuju ke pelabuhan Ulee Lheeu menuju Sabang. Waktu itu bang Muchlis tanpa Alatas pernah ngasih tahu cara ke pelabuhannya gratisan pake bus Koetaraja. Tapi berhubung waktu itu kita lagi malas jalan siang-siang ke mesjid Baiturrahim sambil bawa-bawa ransel, kami cari aman aja, pake grab. Ongkosnya Rp45.000,-

Pada dasarnya pelabuhan Ulee Lheeu dan bandara Sultan Iskandar Muda menerapkan hal yang sama. Kendaraan daring dilarang masuk untuk pick-up penumpang, tapi berhubung dia nganterin dan kebetulan yang jadi driver-nya itu bapak polisi. Polisi narkoba. Maka amanlah kami.

Setelah membeli tiket kapal lambat seharga Rp25.000,- dan retribusi seharga Rp 2.000,- naiklah kami ke ferry. Kalau pake kapal lambat membutuhkan waktu sekitar 2jam. Kalau pakai kapal cepat a.k.a boat, bakalan lebih cepat nyampe, 45 menit aja. Tapi aku malas nunguinnya. Jadi naik kapal lambat aja. 

Begitu naik, kami langsung menuju bagian atas kapal. Nyari tempat buat naruh ransel dan duduk. Nah, pas nyari tempat ini kami ketemu sama rombongan 5cm ( aku yang namain, soalnya personelnya lengkap 4 cowok 1 cewek) dari Medan, bawa mobil mau ke Sabang juga. aku ga sempat kenalan namanya siapa-siapa aja, tapi kami banyak mengobrol, Gita banyak bertanya soal Sabang. Waktu itu kami belum booking hotel, rencananya mau cari on the spot, tapi kata mereka sebaiknya di booking aja karena hari itu weekend, dan biasanya Sabang sedang rame-ramenya. Aku dan Gita akhirnya booking pake aplikasi ke AL-furqon di daerah iboih. Cuma kita ga gitu yakin itu kamar mandi dalam apa Share. Soalnya ga ada keterangannya. Tapi bismillah aja. Daripada nginep mesjid kan?




Perjalanannya tuh jauh banget. Jauh, yang disuguhin tuh kiri kanan depan belakang laut semua. Aku yang 2 jam doang bukan main bosennya, gimana adekku yang senang travelling naik kapal ya. Salut deh sama kamu bro.

Aku dan Gita, sebentar-sebentar tidur, sebentar-sebentar bangun. Selain ga nyaman sama posisinya, matahari tepat diatas kami tanpa tempat buat berteduh. Ada sih cafetaria-nya, tapi penuh. Plus, ada rombongan satu partai berisi ibu-ibu dan bapak-bapak yang minta ampun berisiknya. Foto disini, foto disitu, gaya ini, gaya itu.

Diantara obrolan-obrolan bareng gank 5cm ini, yang cewek akhirnya menawarkan untuk nganterin kami ke penginapan. Teman-temannya juga tidak keberatan karena melihat kami berdua yang cuma bawa ransel masing-masing. Kami menyanggupi. Di tengah perjalanan, masih di kapal nih, mereka berlima pindah ke bawah. Ke mobil. Istirahat di mobil. Kasihan juga, mereka beluk istirahat dari Medan. Nawarin aku dan Gita juga untuk gabung. Tapi kami menolak dengan halus. Ga enak. Mereka berkali-kali meyakinkan kami untuk ketemu di bawah ketika nyampe pelabuhan Balohan nanti. Kami kembali menyanggupi.

Kenyataannya? Aku dan Gita langsung keluar begitu kapal merapat. Mampir beli jus. Dan tidak ketemu lagi si rombongan 5cm. Nanti juga kalau ada nasib baik ketemu lagi kami di tugu nol kilometer kan. 

Nah, udah melewatkan tumpangan gratis kan. Di tempat beli jus itu. Bapaknya super duper sibuk nawarin kami untuk ke penginapan. Naik Honda/kereta (motor artinya, orang Aceh menyebutnya demikian. Untuk urusan merek, ga harus Honda kok. Apa aja mereknya disebut Honda juga. Yang muda-muda biasanya nyebutnya kereta) harganya Rp250.000 dan kudu Dibalikin jam 8 besok pagi. Apa Loe kata? Kami aja baru nyampe udah jam 5. Belum ketemu penginapan. Udah mau balikin motor aja. Pilihannya becak. Ini bentor sih sebenarnya. Tapi disini disebut becak. Rp 100.000,- dianterin sampe dapat penginapan. Oke Deal.

Kalau ada yang nanya kenapa ga grab atau GO-JEK aja? Buang semua kebiasaan itu anak muda Di Sabang belum dijamah hal-hal begituan. 

Back to topic, Naiklah kami ke becak tersebut. Ini bapaknya bekas pembalap becak kali. Ngebut banget jalannya. Tapi jalannya sih ngedukung emang. Lenggang banget, mana lebar-lebar pula. Akhirnya setelah sejam menempuh perjalanan, nyampelah kami di AL furqon guest house. Kalau kamu pengen naik becak ngebut-ngebutan di Sabang, cobalah telpon Pak Bambang 0821 72938579. Kamu mau Inggris-Inggrisan juga sama Pak Bambang mah jadi.

Aku sama Gita asli bersyukur banget ga jadi minta dianterin gank 5cm. Jaraknya jauh. Naik turun bukit, berkelok-Kelok, iya kali minta tolong nganterin di Medan seperti itu ke orang baik yang baru di kenal. Aku kok malu ya.

Balik ke topic. Al-furqon tuh bagus. Cuma waktu kita kesana, belum selesai sepenuhnya. Tapi bagus. AC ada. Kamar mandi dalam. Udah masalah selesai. Wifi juga ada. Yang jadi permasalahannya adalah, mau cari makan dimana kami? Nah tanyalah si resepsionis. Pas Abis magrib, dia ngetuk kamar kami menanyakan kami jadi nyari makan apa ga. Ya jadilah. Kami belum makan malam. Nah, dia mau nganterin. Aku dan Gita naik motor, yang entah motor siapa. Dan dia memandu jalan. Alamak, jalannya jauh juga. Aku sama Gita sampe ngeri kalau dibawa kabur. Tapi ternyata kami dibawa ke salah satu tempat makan di pinggir pantai. Di daerah gapang. Nah, bule-bule nginepnya sini.

Yang jadi masalah adalah..Nungguin makanannya. Setengah jam sendiri Nungguin mereka ngeluarin teh hangat doang. Apa kabar nasi goreng ayamnya. Aku sama Gita becanda kalau berasnya masih di tanam, ayamnya baru mau dipotong saking lamanya. Mana harganya Rp 30.000,- lagi. Ga backpacker banget kan.

Pas keluar akhirnya makanan, Gita udah ketiduran saking lamanya nunggu. Porsinya? Buanyaaakkkk.. dan kamu jangan membayangkan nasi goreng pake suiran ayam ya? Ini nasi goreng plus sepotong ayam goreng. Murah banget kan? Kalau kamu pengen hemat pesan 1 aja untuk 2 orang. Cuma ya nunggu sih. Tapi ga papa sih sebenarnya, karena ada pemandangan laut di depan. Cuma kami berdua terlalu lelah dan kelaparan untuk mencoba menikmati apa yang disajikan di depan kami. Selesai makan, kami langsung pulang dan tidur.

 

2 komentar:

  1. Sabang... belom kesampaian 😢😢😢

    BalasHapus