Hari ke-2 di Aceh..
Kami memutuskan untuk menyebrang ke Sabang
siang. Tapi sebelum itu kami mau ke museum tsunami dan Rumah Cut Nyak
Dien.
Kami berdua pakai motor. Sebenarnya pakai
grab/GO-JEK harganya ga seberapa dan sudah pasti sampai,tapi kok kayak ga
backpackeran banget gitu. Jadi kami memutuskan untuk sewa motor dengan bantuan
resepsionis siwah Hotel. Motornya diantar ke hotel. Ktp dan SIM di foto. Foto
juga sama motornya. Ngeri kali yah motornya dibawa kabur. Tapi...ya sudahlah,
prosedur mungkin.
Oh iya, sewanya Rp40.000,- karena cuma beberapa
jam aja. Sebelum jam 12. Kalau sehari penuh kan Rp100.000,-
Tempat pertama museum tsunami. Apakah kami tahu jalannya? Tentu tidak. Solusinya? Sudah pasti Google maps. Masalahnya itu di Google maps ga bakalan kecantum kalau hari dimana kami jalan-jalan itu adalah hari dimana ada jalan sehat dan hampir semua jalan ditutup. Yaallah,asli kami ngabisin waktu buat muter-muter di simpang 5 doang. Tapi akhirnya ketemu juga. Jalanan ditutup juga, karena rombongan pejalan kaki ini lewat situ juga.
Setelah parkir. Masuklah kita ke museum tsunami.
Gratis. Ga pake bayar. Cukup sediain mental aja pas ngelewatin lorong tsunami.
Asliiiiiiii...itu lorong pendek tapi bikin kamu merinding. Bukan merinding
karena ada setan. Bukan. Lebih ke merinding karena setingannya tuh berasa kamu
ikut ada di peristiwa tsunami dahsyat yang menelan ribuan korban itu. Air yang
di set di kiri kanan, ruangan yang gelap, dan suara-suara yang
asliiiii...bakalan bikin kamu merinding.
Jalanannya tuh ga jauh. Dekat. Tapi sensasinya, Yaallah..aku ga pengen lewat lorong itu lagi. Meski dikasih duit.
Abis itu ada ruang kenangan. karena tempatnya bersebelahan banget sama lorong tsunami, jadi suaranya tuh masih kedengeran kan, terus sepi. Udah deh langsung pindah kita ke sumur doa. Padahal di ruang ini ada kaca gede yang bagus buat foto. Tapi ya itu.. lorong tsunaminya itu ga nguatin.
Di sumur doa,feelnya tuh...lebih ke Allah itu
Maha besar. Ada nama-nama yang meninggal dunia disitu pas peristiwa tsunami,
kemudian di bagian atasnya tuh ada lafadz Allah. Asli...kamu bakalan berpikir
kalau Allah itu teramat tinggi dan maha besar.
Selanjutnya ada lorong cerobong. Berbentuk
melingkar. Ini kalau aku bisa bilang,kayak struggling gitu. Kamu setelah disapu
ombak tsunami nih lagi berjuang buat hidup. Yaallah, aku nulis ini aja kok ga
tega yah.
Abis itu ke jembatan harapan. disini di
ada bendera negara-negara yang Bantuin Aceh ketika tsunami. Dan karena ngelihat
bendera itu aku baru tahu kalau ada negara yang bernama 'Damai'. Tempat ini
bagus buat jadi spot foto. Kalau kata aku sih.
Selanjutnya..ada banyak tempat lagi yang bisa
yang bisa kamu datangin. Banyak spot foto. Bisa jadi pengetahuan juga di bagian
atas tentang tsunami. Tapi yang jadi favoritenya sih 5 tempat itu.
Buat aku sendiri..museum tsunami itu bangunan luar biasa megah tapi isinya pilu. Ya ga sih, isi dalamnya tuh diorama- diorama ketika sebelum dan sesudah tsunami. Alquran alquran, helikopter, sepeda, bekas tsunami ada disana. Bayangin betapa pilu-nya orang-orang yang ngerasain tsunami sendiri dan berhasil lolos dari maut, tapi kehilangan keluarganya. Asliii dah..kalau diminta untuk masuk kesana lagi, aku memilih untuk tidak masuk ke bagian sana, terutama lorong tsunami. Ga kedua kalinya meskipun aku cinta banget masuk museum.
Abis dari museum tsunami, kami ke romah Cut Nyak Dien. Rada
jauh. Tapi karena jalanan Aceh tuh lempeng gitu, jadi ga berasa. Ikutin Google
maps lagi. Lihat aja rumah panggung warna hitam, di sebelah kiri jalan. Kalau
ikut Google maps mesti arahnya gitu juga.
Di romah Cut Nyak Dien ini juga gratis, ga ada tiket
masuknya. Hanya ada kotak sumbangan sukarela di bagian terakhir tur. Tur?
Iya..ibu yang jadi penjaganya dengan sabar akan melayani seberapa banyak pun
yang datang. Di jelasin satu persatu, mulai dari sejarah rumah itu, sumurnya,
kamar Cut Nyak Dien, waktu tsunami rumah ini juga kena, tapi karena rumahnya
panggung, jadi ga begitu berdampak.
Yang aku salut dari ibu-nya adalah, ga ada
capek-capeknya. Pas aku dan Gita sampe, ada satu rombongan, orang Malaysia
gitu, yang juga baru selesai diajak tur sama ibunya. Aku dan Gita disuruh
tunggu dulu, begitu mereka selesai, nah aku sama Gita kan yang di-guide-in,
begitu kita nyampe di bagian terakhir rumah, udah ada rombongan keluarga
lagi, ibu-nya minta mereka nunggu. Yaallah, bayangin dia harus gitu terus
sepanjang hari, setiap minggu.
Pssttt...kata ibu-nya yang lebih sering datang
ke tempat itu tuh orang Malaysia. Orang Indonesia mah jarang. Sebagai seorang
yang senang banget masuk museum. Ayo dong, masa' kalah sama orang-orang luar
yang pengen tahu sejarah, kita yang emang punya sejarahnya malah ogah-ogahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar