iklan

Kamis, 08 November 2018

BacaanFit#1: The Hate U Give


Hallo..

Ini akan jadi tulisan pertama tentang ulasan buku yang kubaca. Biasanya yang aku bahas adalah perjalanan backpacker aku, atau opiniku. Tapi, belakangan, aku memikirkan untuk menambah satu bagian lagi dari blog-ku. Yap, ulasan tentang buku. Dan akan aku namakan #BacaanFit

Buku yang akan aku ulas (meskipun aku tahu aku tidak punya hak apa-apa untuk mengulas, juga tidak punya kemampuan itu) aku hanya akan menyampaikan pendapatku setelah membacanya.

Kali ini buku yang jadi pilihanku untuk kubaca adalah The Hate U Give. Buku yang sampulnya langsung menarik perhatianku, karena itu covernya aku banget. Hitam, Keriting, dan terasing. Untungnya ceritanya ga aku banget, aku pasti tidak akan sanggup menjadi Starr Carter. Aku sudah cukup puas dengan menjadi Fitria Koniyo.

Oke, tadi udah sedikit ku sebut. Tokoh utama cerita ini adalah Starr Carter. Cewek 16 tahun, berkulit hitam, yang punya kehidupan kompleks, meski aku merasa kalau Starr Carter ini punya semua hal baik dalam hidupnya. Keluarga yang luar biasa adalah pondasi kokoh, dan punya modal seperti itu, kurasa kamu bakalan bisa menghadapi apapun di dunia ini.

Starr Carter si cewek 16 tahun berkulit hitam, tiba-tiba menjadi satu-satunya saksi atas “pembunuhan” Khalil, sahabat masa kecilnya. Dan ini bukan pertama kalinya dia melihat sahabatnya mati. Natasha, sahabatnya juga meninggal ketika mereka umur 10 tahun ditembak orang yang tidak dikenal, dan pelakunya tidak pernah ditangkap. Sementara khalil, pelakunya jelas, seorang polisi dengan ID 151, dan ada saksi mata. Tapi, hukum ternyata membebaskan si opsir polisi, karena “mungkin” dia berkulit putih, sementara Khalil dan Starr berkulit hitam, dan kenyataan bahwa Khalil adalah pengedar narkoba, sehingga isu yang berkembang adalah kematian Khalil tidak punya arti apa-apa karena dia memang pengedar narkoba.

Masalah kematian Khalil, kemudian memunculkan masalah lain, yang memang sudah menjadi masalah sejak dulu, tapi coba ditutup-tutupi oleh Starr, karena dia dan Hailey bersahabat. Sama-sama pamain basket bersama Maya. Tapi kemudian Maya dan Starr sama-sama tahu kalau Hailey selalu kasar dan cenderung rasis dengan candaannya kepada Starr dan Maya.

Selain focus ke masalah star, ada juga masalah Maverick, atau dikenal Big Mav, yang punya toko kelontong di daerah yang memang terkenal penuh dengan kejahatan. Big Mav, adalah ayah Starr. Anak seorang King Lord (pengusa jalanan) yang sudah bertobat, dan begitu mencintai ketiga anaknya, Seven, Starr dan Sekani, dia bahkan mentato lengan kiri dan kanannya, dengan foto ketiga anaknya itu.

Big Mav, dan King Lord yang sekarang bersahabat. Tapi karena alasan Big Mav mau keluar dari gank, persahabatan mereka menjadi kacau. Apalagi dengan adanya Seven, anak yang lahir dari hubungan Big Mav dan iesha, yang adalah pacar King. Seven lebih sering berada di rumah Big Mav, bersama Lisa (istri Big Mav, ibu dari Sekani dan Starr) dibandingkan di rumah Iesha (ibunya Seven)  meski dia merasa punya kewajiban untuk menjaga Kenya dan Lyric (adik Seven, yang merupakan anak Iesha dan King). Kenya dan Starr bersahabat, dan mereka memiliki kakak yang sama Starr. Kacau memang hubungannya.

Tapi ceritanya begitu epic. Tentang bagaimana Starr menghadapi babak hidup sebagai satu-satunya saksi yang melihat pembunuhan Khalil, tentang pacarnya, Chris, yang adalah cowok kulit putih yang sudah dipacarinya selama setahun tanpa sepengetahuan Big Mav, tentang bagaimana Seven begitu melindungi adik-adiknya, Starr, Sekani, Kenya dan Lyric. Tentang pergumulan Lisa dan Maverick yang ingin memberikan kehidupan yang layak untuk Seven, Starr, dan Sekani dengan memasukkan mereka ke sekolah tempat mayoritas anaknya berkulit putih, tapi tetap tinggal di lingkungan yang setiap malam selalu terdengar tembakan, dan anak-anak mudanya jarang yang bisa melewati umur 18 tahun karena terbunuh.

Hingga, akhirnya semua kehidupan Starr yang dipisahkan sendiri olehnya ke dua bagian, antara Starr yang tinggal di tempat yang penuh kejahatan dengan Starr yang berteman dengan orang-orang kulit putih, bahkan punya pacar kulit putih menyatu karena perjuangannya membela Hak Khalil bahwa dia dibunuh oleh si opsir 151.

Tapi, diluar semua itu, ketika kerusuhan karena keputusan dewan yang tidak menjatuhkan tuntutan kepada si Opsir 151, kemudian toko-toko dituliskan “milik kulit hitam” aku jadi ingat cerita tentang “Milik Pribumi” yang pernah jadi sejarah Indonesia.

Akhir kata, aku Cuma bisa bilang, ini buku bagus. Wajar kalau jadi best seller.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar