Ini akan jadi tulisan pertama tentang ulasan
buku yang kubaca. Biasanya yang aku bahas adalah perjalanan backpacker aku,
atau opiniku. Tapi, belakangan, aku memikirkan untuk menambah satu bagian lagi
dari blog-ku. Yap, ulasan tentang buku. Dan akan aku namakan #BacaanFit
Buku yang akan aku ulas (meskipun aku tahu aku
tidak punya hak apa-apa untuk mengulas, juga tidak punya kemampuan itu) aku
hanya akan menyampaikan pendapatku setelah membacanya.
Kali ini buku yang jadi pilihanku untuk kubaca
adalah The Hate U Give. Buku yang sampulnya langsung menarik perhatianku,
karena itu covernya aku banget. Hitam, Keriting, dan terasing. Untungnya
ceritanya ga aku banget, aku pasti tidak akan sanggup menjadi Starr Carter. Aku
sudah cukup puas dengan menjadi Fitria Koniyo.
Oke, tadi udah sedikit ku sebut. Tokoh utama
cerita ini adalah Starr Carter. Cewek 16 tahun, berkulit hitam, yang punya
kehidupan kompleks, meski aku merasa kalau Starr Carter ini punya semua hal
baik dalam hidupnya. Keluarga yang luar biasa adalah pondasi kokoh, dan punya
modal seperti itu, kurasa kamu bakalan bisa menghadapi apapun di dunia ini.
Starr Carter si cewek 16 tahun berkulit hitam,
tiba-tiba menjadi satu-satunya saksi atas “pembunuhan” Khalil, sahabat masa
kecilnya. Dan ini bukan pertama kalinya dia melihat sahabatnya mati. Natasha,
sahabatnya juga meninggal ketika mereka umur 10 tahun ditembak orang yang tidak
dikenal, dan pelakunya tidak pernah ditangkap. Sementara khalil, pelakunya
jelas, seorang polisi dengan ID 151, dan ada saksi mata. Tapi, hukum ternyata
membebaskan si opsir polisi, karena “mungkin” dia berkulit putih, sementara
Khalil dan Starr berkulit hitam, dan kenyataan bahwa Khalil adalah pengedar
narkoba, sehingga isu yang berkembang adalah kematian Khalil tidak punya arti
apa-apa karena dia memang pengedar narkoba.
Masalah kematian Khalil, kemudian memunculkan
masalah lain, yang memang sudah menjadi masalah sejak dulu, tapi coba
ditutup-tutupi oleh Starr, karena dia dan Hailey bersahabat. Sama-sama pamain
basket bersama Maya. Tapi kemudian Maya dan Starr sama-sama tahu kalau Hailey
selalu kasar dan cenderung rasis dengan candaannya kepada Starr dan Maya.
Selain focus ke masalah star, ada juga masalah
Maverick, atau dikenal Big Mav, yang punya toko kelontong di daerah yang memang
terkenal penuh dengan kejahatan. Big Mav, adalah ayah Starr. Anak seorang King
Lord (pengusa jalanan) yang sudah bertobat, dan begitu mencintai ketiga
anaknya, Seven, Starr dan Sekani, dia bahkan mentato lengan kiri dan kanannya,
dengan foto ketiga anaknya itu.
Big Mav, dan King Lord yang sekarang bersahabat.
Tapi karena alasan Big Mav mau keluar dari gank, persahabatan mereka menjadi
kacau. Apalagi dengan adanya Seven, anak yang lahir dari hubungan Big Mav dan
iesha, yang adalah pacar King. Seven lebih sering berada di rumah Big Mav,
bersama Lisa (istri Big Mav, ibu dari Sekani dan Starr) dibandingkan di rumah
Iesha (ibunya Seven) meski dia merasa punya kewajiban untuk menjaga
Kenya dan Lyric (adik Seven, yang merupakan anak Iesha dan King). Kenya dan
Starr bersahabat, dan mereka memiliki kakak yang sama Starr. Kacau memang
hubungannya.
Tapi ceritanya begitu epic. Tentang bagaimana
Starr menghadapi babak hidup sebagai satu-satunya saksi yang melihat pembunuhan
Khalil, tentang pacarnya, Chris, yang adalah cowok kulit putih yang sudah
dipacarinya selama setahun tanpa sepengetahuan Big Mav, tentang bagaimana Seven
begitu melindungi adik-adiknya, Starr, Sekani, Kenya dan Lyric. Tentang
pergumulan Lisa dan Maverick yang ingin memberikan kehidupan yang layak untuk
Seven, Starr, dan Sekani dengan memasukkan mereka ke sekolah tempat mayoritas
anaknya berkulit putih, tapi tetap tinggal di lingkungan yang setiap malam
selalu terdengar tembakan, dan anak-anak mudanya jarang yang bisa melewati umur
18 tahun karena terbunuh.
Hingga, akhirnya semua kehidupan Starr yang
dipisahkan sendiri olehnya ke dua bagian, antara Starr yang tinggal di tempat
yang penuh kejahatan dengan Starr yang berteman dengan orang-orang kulit putih,
bahkan punya pacar kulit putih menyatu karena perjuangannya membela Hak Khalil
bahwa dia dibunuh oleh si opsir 151.
Tapi, diluar semua itu, ketika kerusuhan karena
keputusan dewan yang tidak menjatuhkan tuntutan kepada si Opsir 151, kemudian
toko-toko dituliskan “milik kulit hitam” aku jadi ingat cerita tentang “Milik
Pribumi” yang pernah jadi sejarah Indonesia.
Akhir kata, aku Cuma bisa bilang, ini buku bagus. Wajar kalau jadi best seller.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar