Baiklah.. melanjutkan part awal tentang bagaimana akhirnya aku dapat
izin backpackeran kali ini sampai dengan akhirnya ketemu Ririn di bandara, dan
kebetulan sekali kami outfitnya matching hari itu, padahal tidak janjian. Awal
yang bagus.
Tapi karena ini adalah perjalan pertama kami naik kapal, ada banyak
hal-hal yang disesuaikan. Karena hampir setiap tahun ketemu untuk backpacker,
jadi kami sadar apa-apa saja yang berubah. Seperti totebag, juga alas kaki.
Benar-benar banyak yang disesuaikan. Tapi hal yang paling utama yang kami
wanti-wanti untuk ga ketinggalan adalah antimo. Kami akan naik kapal 3 kali,
yang pertama 22 jam, 16 jam kemudian 16 jam lagi. Semoga tak ada drama, karena
ini benar-benar pengalaman pertamaku naik kapal.
Oke...cerita dimulai..
Dari Manado berangkatlah kami ke Sorong dengan pesawat Transnusa. Begitu
landing di Sorong, kami disambut teriknya matahari ketika keluar dari daerah bandara,
segera menuju mixue yang depan-depanan sama gerbang masuk Bandara DEO
(Dominique Edward Osok). Kami disana ngapain? Nyari tempat wisata yang bisa
kami tuju sebelum melanjutkan perjalanan menuju Ambon.
Jalan kaki aja ya. Karena bandaranya tidak terlalu besar, jadi jarak dari kawasan bandara ke jalan utama tuh deket. Panas terik aja sih yang bikin ngerasa kok lama nyampenya.
Kami ketemu satu tempat wisata yang sebenarnya pengen kami datangi, tapi
karena tempatnya lumayan jauh (ga jauh-jauh banget sih, setengah jam kalau kata
maps pake mobil), Cuma yang kami berdua khawatirkan adalah ga ada taksi online
yang akan nge-pick up kami kalau balik. Kesananya gampang, karena kami dari
Bandara dan ada taksi online, baliknya ini nih yang masih jadi pertanyaan.
Jadi kami memutuskan untuk ke Mall-nya aja deh, ngabisin waktu. Tujuannya
adalah Ramayana Mall Sorong, yang jaraknya juga tidak jauh. Jalan kaki bisa
aja, atau naik angkot, toh tinggal lurus-lurus aja jalannya, tapi lagi-lagi, ga
kuat sama panasnya. Jadi kami naik Grab dengan biaya Rp 22.000,-
Begitu sampai Mall-nya, langsung ke Solaria-nya yang memang ada di
lantai dasar sebelah kanan. Pokoknya masuk pintu Mall langsung belok kanan,
karena sekalian makan siang juga.
Disana kami makan siang, nungguin hujan (sempat hujan emang setelah
panas terik itu), sambil menyesuaikan tujuan kami di Ambon dan Banda Neira
nanti kaya apa. Tapi berhubung dari awal, aku iya iya aja, jadi Ririn yang
paling banyak ngambil peran nentuin tujuan. Aku mempercayakan semua ke dia,
dang a pengen repot juga sih sebenarnya. Hehe.
Di Solaria, aku pesan nasi goreng, yang seperti biasa tidak habis, dan
akhirnya ku bungkus. Lumayan buat makan di kapal, jadi ga perlu beli makanan
lagi. Meski katanya kami bakalan dikasih makan sih. Makanan tidak boleh
dibuang-buang, apalagi kalau backpacker gini, harus hemattttt.
Abis makan, kami memutuskan untuk keliling mall itu. Tapi karena ukuran
mall-nya kecil (kek Gorontalo gede aja Mall-nya), jadi ga butuh waktu lama, dan
kami akhirnya pesan grab lagi menuju pelabuhan. Udahlah nunggu disana aja, toh
kami mau ads on rencananya.
Kami ketemu lagi grab yang pertama kali kami pesan, karena menurut abang
grab-nya, grab emang bukan pilihan utama di Sorong. Maxim adalah yang utama,
karena harganya jauh lebih murah. Tapi karena kami berdua sama-sama tidak punya
aplikasinya, dan males juga download lagi, jadi ya sudahlah, pake grab aja gak
masalah. Makanya ketemu si abang grab lagi.
Karena udah 2 kali ketemu, dia akhirnya nganterin kami ke kantor
PELNI-nya alih-alih pelabuhan yang merupakan tujuan kami (meski sebenarnya
hadap-hadapan sih) karena kami sempat cerita kalau kami ads on. Jadi dia
berbaik hati nganterin ke kantor PELNI-nya aja dulu.
Di kantor PELNI-nya sama bapak-bapak gitu (yang akhirnya aku tahu kalau
dia porter), kami disuruh hati-hati sama barang bawaan kami, yang sebenarnya aman-aman
aja, toh masing-masing kami hanya membawa 1 ransel, dan 1 totebag. Tapi tetap
disuruh hati-hati. Ransel-ku yang ga ditutup rapi aja diingetin untuk ditutup
rapi.
Ah, soal ads on-nya ternyata udah full. Jadi kami harus puas dengan
tiket kami, yang sebenarnya dapat seat. Dek 5, nomor 174 dan 173. Mari
merasakan naik kapal sesungguhnya.
Karena ads on tidak bisa, kami langsung menuju pelabuhannya. Karena
waktunya masih lama, jadi kami nunggu di lantai 2 pelabuhannya, nge-charger,
lihatin kapalnya sandar, nungguin malam, pokoknya ngabisin waktu sampai sejam
sebelum berangkat baru kami turun.
Nah, kayaknya kami tuh kelihatan banget sebagai orang-orang yang jarang
dan ga pernah naik kapal. Ada bapak-bapak petugas yang bilang“Nah ini yang
sering naik pesawat kelihatan” ya namanya juga pengalaman pertama pak, jadi
kami banyak nanyanya.
Entah berapa banyak kali kami ngelihatin tiket kami ke petugas buat dibantuin ketemu seat kami. Dan saudara-saudara apa yang kami temui ketika kami ketemu seat kami? Kasur di seat-ku tidak ada. Luar biasa sekali ya pengalaman pertamaku ini. Herannya punyaku doang yang ilang, punya Ririn aman.
Sama bapak-bapak di seat 172 dia bilang kalau kasurnya dibawa entah oleh siapa, karena seatku emang terletak di pinggir banget depan pintu. Alasannya bisa diterima.
Sama bapak yang satu lagi (yang belakangan aku tahu kalau dia ABK) dibilang,
nanti ambil kasurnya kalau kapalnya udah jalan. Dan benar sih, pas kapal udah
jalan, ada pengumuman kalau disuruh ngambil kasur dengan syarat bawa tiket. Ini
desak-desakan sama laki-laki semua. Aku antrinya diapit 2 laki-laki tinggi.
Untung bapak-bapak di belakangku berulang kali teriak untuk jangan dorong
karena ada perempuan yang antri juga. Gila.. ini pengalaman baru banget buat
aku.
Abis dapat kasur, yang sebenarnya aku ga milih sih. Asal ngambil aja
yang paling atas, si bapak di 172 bilang aku sengaja ngambil kasur yang
warnanya sama kayak jaketku. Karena aku ngambil warna hijau, sedanhkan dideretanku
itu kasurnya warna cream semua. Bisa ae si bapak.
Ah satu yang harus aku kasih tahu, tepat di atas kepalaku tuh TV ukuran
32”. Yang sepanjang kapal jalan, hidup terus. Aku si introvert ini, mana tahan
dilihatin orang (meski sebenarnya mereka lihatin TV sih), tapi mau tidak mau
mereka akhirnya jadi ngelihatin aku juga kan karena aku ada di jarak pandang
mereka kalau nonton TV.
Kapal yang kami naiki ini namanya Dobonsolo. Ada ekonomi seat, dan ada
ekonomi non seat. Menurut bapak yang sederet tempatku, katanya ini kapalnya
tidak terlalu ramai, padahal ya, yang non seat itu banyak banget. Aku ga
kebayang gimana pas penuh.
Dan 1 lagi, kecoa-nya. Asli, kecoa-nya kesana kemari. Aku sampai ngeri
kalau tiba-tiba jalan di badan pas tidur. Atau tiba-tiba dia terbang. Rame
pasti nanti.
Ririn langsung tancap tidur karena udah makan, beres-beres dan emang
udah malam, juga sebelum naik dia udah minum antimo. Aku belum makan, nasi
goreng sisa dari solaria-ku belum di makan, jadi antimo-ku belum ku minum, dan
waktu aku pengen makan, akhirnya aku menyadari kalau sendoknya ga ada. Pengen
nangis aku, ya kali nasi goreng ku makan pake tangan diantara tatapan
orang-orang yang kebetulan lagi nonton TV. Astagfirullah.
Setelah menimbang, akhirynya aku sampai pada kesimpulan, aku mau beli
sendok aja di cafetaria. Dari mana aku tahu cafetarianya sebelah mana, terntu
saja aku tanya ke si bapak 172 itu. dengan kepercayaan diri penuh, aku naik ke
cafetaria di dek 7.
Awalnya aku nanya jual sendok aja ga. Haha. Aku masih ingat banget ekspresi
si bapak, kek tolonglah, kami jual makanan dan kamu Cuma mau beli sendok.
Padahal kalau dia bilang ada, harganya Rp 10.000,- juga tetap ku beli. Tapi
karena dia bilang ga ada plus ekspresi tidak suka itu, pilihannya untuk dapat
alat makan adalah beli pop mie aja.
Rencana awalku adalah beli pop mie, jangan diseduh dulu, pake air panas
yang gratis aja di kapal, yang tempatnya dekat seatku, cukup ambil garpu-nya.
Lebih baik makan nasi goreng pake garpu kan, daripada pake tangan. Biar nasi
gorengku juga ga mubazir. Pop mie-nya bisa ku makan besok.
Seporsi pop mie harganya Rp 20.000,- saat ku bayar, ternyata dengan
gerakan cepat si bapak dah nyeduh pop mie-nya. Yaallah. Apa kabar nasi
goreng-ku dan pop mie ini, mana yang harus ku makan duluan dengan kemampuan
makanku yang rendah ini.
Itu kan pop mie panas ya. Terus cafetaria tuh dek 7 dan aku dek 5, jadi
buat bawa ke seat-ku, aku jelas harus lewat tangga. Dan disinilah letak kesialanku
hari itu. Demi menyelamatkan si pop mie yang panas itu, aku kepeleset di
tangga. Punggungku kepentok tangga. Sakitnya minta ampun. Tapi malunya lebih
lagi. Ini kapal yang ada ekonomi non seat ya, jadi di tangga-tangga itu ada
yang gelar kasur, dan kebetulan saat itu bapak-bapak semua.
Yaallah, baru 4 jam loh ini kapalnya jalan. Masih ada 18 jam lagi, dan
aku pasti bakalan ngelewatin tangga ini nanti. Pengen laporan ke ibu, tapi
nanti aku dimarahin, dan udah malam banget juga. Dimarahin double aku karena
jatuh sama ganggu waktu tidurnya ibu. Tapi tenang, pop mie-nya aman. Ga tumpah
sama sekali.
Tapi yang paling disayangkan dari jatoh di tangga itu adalah, aku ga
bawa koyo. Sumpah sakit banget belakangku. Ga bisa tidur, makan pop mie jadi ga
berselera, apalagi makan nasi gorengku. Dahlah. Gegara lupa minta sendok ini
semua. Padahal di Solaria lamaaaa banget sampe kayaknya pelayannya dah males
lihat aku, tapi bisa-bisanya ga minta sendok, dan akhirnya bikin aku jatoh.
Aku sempat tertidur, beberapa jam gitu, terus bangun pagi entah karena
aku khawatir kecoa atau pinggang kananku yang sakit, aku ga gitu yakin.
Pokoknya aku sudah bangun dan memutuskan jalan-jalan di sekitar kapal aja meski
mendung dan ga dapat sunrise. Selebihnya diam di seat, kalau ga nonton film
dari hp, baca buku, ya ngobrol sama orang-orang yang hadap-hadapan seatnya.
Untung sempat bawa buku, udah download film juga. Jadi aman. Ga amannya malah
posisiku, harus rebahan terus karena kalau duduk, takut menghalangi orang
nonton TV. Juga pinggangku yang sakitnya minta ampun.
Kami berdua sempat pergi ngambil makan juga sih di dek 3. Ternyata dapat
minum-nya 2 macam. Air demineral (iya aku ga typo, emang demineral) dan Fruit
Tea. Kerupuk paling penting. Dikasih jatah 2 kali, pas sarapan dan makan siang.
Karena kami kan nyampenya baru jam 6 sore. Meski sebenarnya belum jam 6 sore
juga sih kami dah nyampe.
Satu yang harus aku banggakan. Aku ga minum antimo sama sekali karena
rencananya kan mau minum setelah makan malam. Tapi aku keburu kepleset, jadi
alih-alih minum antimo, aku lebih butuh koyo.
Setengah 6 sore kami sandar, langsung pesan grab menuju hotel yang udah
kami booking. Nah disini kami ketemu abang grab yang bilang kalau hotel yang
kami tuju tuh ga aman, apalagi buat kami perempuan. Hotelnya tuh ada di gang,
dan depan gang-nya tuh pangkalan ojek yang kata abangnya suka jadi tempat
pemuda-pemuda setempat mabuk, dan benar saja, pas kami lewat gang itu, aku dan
Ririn langsung menyimpulkan untuk relain aja bookingan di hotel itu, dan pilih
penginapan yang lebih baik.
Dianterinlah kami ke Ambon Recident Syariah. Namanya udah Syariah yah,
jadi pasti aman. Aku sempat nyimpan nomornya si abang grab, namanya Majid.
Kalau kalian butuh, bisa aku share. Kali aja kalian butuh transport yang aman
di Ambon, ye kan. Orangnya asyik kok.
Oke kembali ke si Ambon Recident Syariah ini, permalamnya Rp180.000,-
kamar AC, tapi agak lembab sih, mungkin karena hujan mulu di Ambon. Ada depositnya
ya Rp 100.000,-.
Aku sempat milih kamar yang mau kami pake 3 hari kedepan. Nunggu jadwal
kapal ke Bandanya kan baru ada hari senin, dan kami nyampe di hari jumat sore.
Aku milih kamar di lantai 3, dengan pemandangan kota. Aku sempat dikasih
pilihan lantai 2 atau 3. Aku yang minta untuk lihat kamarnya dulu sih.
Abis naroh barang, kami langsung jalan kaki cari makan, dan tujuannya
jatuh ke Cafe Pelangi, karena ini recommended dan dekat dari penginapan. Jalan
kaki aja ga nyampe 10 menit.
Cafe Pelangi ini pada akhirnya jadi pilihan kami terus untuk makan. Kalau
kami lagi malas nyari, dan memang pengen makan enak. Kami sama-sama memesan teh
rempah malam itu. Sumpah segar sekali setelah 22 jam rebahan doang. Harganya
sih standart ya. Makanannya juga enak-enak. Tempatnya juga cozy.
Ah iya paling penting, aku akhirnya beli koyo. Jadi pinggangku sudah
berkurang sakitnya. Kasian sekali si jompo 1 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar